Jumat, 04 Januari 2013

sejaarah madrasah

. Latar Belakang Saat ini lembaga pendidikan islam sangat dibutuhkan oleh setiap generasi penerus bangsa, untuk menciptakan generasi penerus yang beriman, berkualitas, dan bertanggung jawab, sehubungan dengan krisis moral yang dialami oleh masyarakat di indonesia bahkan di dunia saat ini. E. Rumusan Masalah Bagaimana system belajar mengajar di Madrasah? Bagaimana system belajar mengajar di Pesantren? F. Tujuan Untuk mengetahui perbedaan system belajar mengajar yang diterapkan di lembaga pendidikan islam dengan lembaga yang berada selain dari lembaga pendidikan islam. BAB II PEMBAHASAN C. MADRASAH Madrasah sebagai lembaga pendidikan dalam bentuk formalsudah dikenal sejak abad ke-11 atau 12M, atau abad ke-5-6H, yaitu sejak dikenal adanaya madrasah nidzanimiyah yang didirikan di Baghdad ole Nizam Al-Mulk, seorang wazir dari Dinasti Saljuk. Apabila disimak sejarah dan perkembangan madrasah, dapat dikemukakan bahwa madrasah adalahpendidikan yang lahir dari, oleh dan untuk masyarakat. Inilah identitas madrasah. Dalam kaitan ini adalah sangat tepat seperti dikatakn Prof. Malik Fajar, bahwa madrasah adalah madrasah. Artinya, lembaga madrasah tidak dapat digantikan lembaga-lembaga lainnya, karena madrasah mempunyai visi, misi dan karakteristikyang sangatt spesifik dalam masyarakat maupun kelembagaannya, baik dilihat dari seegi kebudayaan, sosial, politik maupun ekonomi. Pada masa colonial seesuai dengan misi kolonialisme, pendidikan islam di anaktirikan. Pendidikan islam dikategorikan sebagai sekolah liar. Akibat dari perlakuan yang negative dari pemerintah colonial maka pendidikan islam termasuk madrasah menghadapi kesulitan-kesulitan dan terisolasi dari arus modernisasi. Sebagai akibatnya adalah : 1. Pendidikan islam, termarjinalisasi dari arus modernisasi, meskipun keadaan tersebut tidak selamanya bersifat negative, tapi hal tersebu telah membawa pendidikan islam cenderung kepada sifat tertutup dan selalu dalam posisi ketertinggalan. 2. Karena sikap yang diskriminatif dari pemerintah colonial maka pendidikan islam terdorong menjadi milik rakyat pinggiran atau terletak di daeerah pedesaan. Peendidikan tersebut mempunyai konotasi pendidikan yang tradisional dan terbelakang. 3. Isi pendidikan cenderung berorientasi pada praktik-praktik ritual keagamaan dan kurang memperehatikan ilmu pengetahuan dan teknologi 4. Mengalami berbagai kelemahan manajemen meskipun tidak seluruhnya merupakan hal-hal yang negatif. Akibatnya ialah perkembangannya sangat lambat dan statis. Di Indonesia yang tujuan pendidikan nasionalnya mengacu pada berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan, cakap, kreatif, dsb. Beredasarkan pemikiran tersebut, maka perguruan islam khususnya madrasah yang juga memiliki tuujuan menghasilkan manusia musliim yang menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, dapat menjadikan semua mata pelajaran sebagai wahana untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan agama, artinya dengan melalui pelajaran umum kita laksanakan berbarengan yang dijiwaipendidikan agama. Dengan kata lain semua mata pelajaran umu harus di beri nuansa keislaman yang operasionalnya diintegrasikan melalui pokok/subpokok bahasan yang memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai keislaman yang relevan. Memnjadikan ajaran agama Islam sebagai ciri khas satuan pendidikan termasuk juga pada madrasah adalah sekaligus juga ajaran agama islam ditempatkan sebagai Basic reference seluruh kegiatan pendidikan ajaran islam yang merupakan pondasi dari seluruh aktivitas kehidupan manusia Muslim, dan karena itu proporsional manakala setiap kegiatan pendidikan disuatu pendidikan dan juga di madrasah memahami rujukan utama Al-Quran danSunnah Rasul, baik pada tingkat aplikasi pelaksanaan maupun konseptual. Adapun strategi pelaksanaan cirri khas agama islam di madrasah adalah sebagai berikut : a. Peningkatan agama Islam melalui mata pelajaran Alquran, Hadits, Keimanan, Ahlak, Fikih, Sejarah islam dan pelajaran agama lainnya. b. Peningkatan pendidikan agama islam melalui mata pelajaran selain pendidikan agama islam. c. Peningkatan agama islam melaluui kegiatan ekstrakurikuler d. Penigkatan pendidikan agama islam melalui penciptaan suasana keagamaan yang kondusif e. Peningkatan pendidikan agama islam melalui pembiasaan dan pengalaman agama, shalat berjamaah di sekolah, dan kegiatan praktik keagamaan lainnya. Sebagai uupaya untuk mewujudkan ciri khas seperti dimaksudkan diperlukan penciptaan suasana keagamaan di sekolah, suasana kehidupan keagamaan di sekolahh sebagai lingkungan yang kondusif dalam proses pendidikan yang diajarkan. Agar setiap satuan pendidikan dapat menjalankan fungsi sosialisasinya sebagai tempat mendidik manusia Muslim sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, hendaknya sekolah mampu menciptakan suasana kondusif yang mengamalkan ajaran agamanya. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan harus mampu menciptakan suasana keagamaan. Dengan menciptakan suasana keagamaan di sekolah proses sosialisasi yang dilakukan peserta didik di sekolah akan dapat mewujudkan manusia yang menghayati dan mengamalkan agamanya. Upaya untuk penciptaan suasana keagamaan itu antara lain dilakukan melalui kegiatan-kegiatan : 1. Doa bersama sebelum memulai dan sesudah selesai kegiatan belajar mengajar 2. Tadarus al-Quran secara bersama-sama selama 10-15 menit sebelum waktu belajar jam pertama dimulai. 3. Shalat duhur berjamaah dan bimbingan keagamaan secara berkala 4. Melengkapi bahan kajian mata pelajaran umum dengan nuansa ke-islaman yang relevan dengan nilai-nilai agama / dalil nash al-quran dan hadits, dsb. Demikian pula sarana pendidikan yang diperlukan dalam rangka tercapainya tujuan pendidikan pada suatu pendidikan yang memiliki cirri khas antara lain : 1. Tersedianya masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan kegiatan siswa 2. Tersedianya perpustakaan yang dilengkapi buku-buku dari berbagai disiplin, khususnya mengenai keislaman 3. Terpasangnya kaligrafi ayat-ayat dan hadis nabi kata hikmah semangat belajar, pengabdian kepada agama serta pembangunan nusa dan bangsa 4. Adanya keteladanan guru, tenaga pendidikan lainnya , ketatausahaan dan siswa , khususnya dalam hal pengamalan ajaran agama 5. Terpeliharanya suasana sekolah yang bersih, tertib, indah, serta tentram. D. PESANTREN Pesantren adalah lembaga pendidikan yang sekaligus berfungsi sebagai forum pembinaan kepemimpinan. Oleh karena itu, kekuasaan harus ada ditangan satu orang, agar keputusan yang diambil tidak berbenturan satu sama lain. Akan tetapi, sudah tentu system ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satunya, bila pemimoin pesantren tidak layak memegang kepemimpinan atau tidak mampu mengembangkan pesantrennya, akhirnya lembaga itu bisa tidak maju-maju. Akan tetapi bila pemimpinnya orang yang terampil dan berwawasan luas, disamping kedalaman ilmu agamanya, maka kekuasaan ini mutlak menguntungkan bagi terjaminnya kelancaran roda kehidupappn pesantren. 1. Pesantren di Tengah Arus Globalisasi Sebagian ummat islam masih tetap menganggap perlunya dipertahankan warisan kepemimpinan yang berdiri di atas dasar Islam. Mereka mendirikan lembaga , organisasi, dan jam’ah yang mengacu kepada islam, sebagai system nilai dan pola kepemimpinan. Sebagian yang lain menempuh jalur pendidikan untuk menghidupkan kembali kepemimpinan islam itu. Pendidikan sudah sejak lama memainkan peran dalam membentuk generasi muslim yang terampil. Bahkan banyak pemimpin-pemimpin besar di tengah ummat mendapatkan ilmu dan pelatihan kepemimpinan di tempat ia belajar. Di antara lembaga yang tampak bersahaja dan serius merealisasi tujuan ini adalah pesantren. Keberadaan pesantren di tengah arus globalisasi memang cukup menarik. Apalagi pekembangan pesantren semakin hari semakin menunjukkan eksistensinya, dimana sambutan masyarakat luas atas keberadaannya tetap mengggembirakan. Belum ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pesantren akan tergusur oleh kehidupan yang semakin global. Pesantren-pesantren baru bermunculan , sementara yang lama masih tetap berlangsung. Dalam kaitannya dengan pesantren, jumlah lembaga tradisional ini semakin bertambah dan semangat masyarakat untuk menyerahkan anaknya ke pesantren juga seimbang. Artinya, masih banyak orang-orang yang sadar bahwa pesantren adalah salah satu jalan keluar untuk mwmpertahankan nilai-nilai ahlak bagi generasi mendatang. Walaupun banyak orang yang tergiur dengan lembaga pendidikan sekuler yang mewah, menyajikan pelajaran-pelajaran yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman, seperti computer, manajemen, politeknik, bisnis, yang tempat belajarnya sejuk dan nyaman dengan AC di tengah kota , guru-gurunya berdasi , tetapi disana juga tidak sedikit orang yang tertarik pada kehidupan pesantren. 2. Pesantren adalah Kerajaan Kecil Dengan bermodalkan keyakinan pada bantuan Allah dan keppercayaan masyarakat, kyai membangun pesantren untuk tujuan pendidikan sekaligus pengaderan kepemimpiinan ummat. Dalam praktiknya, kyai berkuasa penuh dalam lingkungan pesantrennya. Hitam putih warna pesantren itu banyak ditentukan oleh kyai secara sendirian, tanpa pengaruh dari unsur luar. Menurut Zamakhasyari Dhofier, seorang peneliti yang banyak menekuni dunia pesantren, kebanyakan kyai di jawa beranggapan bahwa suatu pesantren dapat di ibaratkan sebagai suatu “kerajaan kecil” dimana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan dalam kehidupan dan lingkungan pesantren. Asumsi tersebut dapat di benarkan, karena lingkungan pesantren adalah kawasan tertutup yang tidak dapat dicampuri oleh pihak luar. Kyai berkuasa sepenuhnya atas santri dalam batas wilayah kekuasaannya. Kepemimpinan dalam lingkungan pesantren berjalan menurut hierarki yang telah ditetapkan oleh kyai Dalam menjalankan tugasnya , kyai sudah tentu dibantu oleh staf-stafnya sesuai dengan bidang masing-masing. Dari segi pembiyaan biasanya pesantren, khususnya pesantren besar, mempunyai sumber dana sendiri. Ia tidak sepenuhnya bergantung pada biaya sekolah santri. Pesantren mengembangkan usaha perekonomian sendiri, seperti membuka lahan sawah, koperasi, dan lain sebagainya. Kesemuanya sangat mencukupi bagi keperluan pesantren dan guru-gurunya. 3. Latihan Kepemimpinan pesantren Fungsi pendidikan dan pelatihan adalah dua fungsi yang melekat pada pesantren, karena kyai akan mempersiapkan santri-santrinya untuk menjadi orang yang berilmu dalam, disamping mampu mengayomi ummat. Hal ini memang sudah menjadi warisan turun temurun, bahwa kyai adalah orang alim sekaligus pemimpin. Pengaderan kepemimpinan dalam pesantren dilakukan dengan jalur pendidikan itu sendiri, di samping latihan keorganisasian, yaitu : 1. Dengan mendelegasikan tugas mengajarkepada guru senior khususnya orang-orang yang telah dipersiapkan oleh kyai untuk menggantikannya atau membuka lahan baru. 2. System organisasi yang ditetapkan pesantren. Sebuah pesantren biasanya diatur secara rapi dalam pembagian tugas. Masing-masing divisa ada penanggung jawabnya. Dengan memberikan tanggung jawab ini, diharapkan orang-orang pesantren ini terlatih memikukl tugas di masyarakat. Di samping itu juga diusahakan pengembangan kreatifitas berorganisasi khususna santri. 3. Untuk menyiapkan kader, pemimpin pesantren memeberikan didikan istimewa kepada murid-murid tertentu. 4. Hubungan Pesantren dan Penguasa Pembinaan kepemimpinan di pesantren memang tidak dapat di pisahkan dari rasa ketidakpuasan pada kelembagaan formal yang ada. Lembaga yang ada tidak dapat menampung aspirasi kaum ulama, baik dalam kurikulum maupun orientasi pendidikan itu sendiri. Hal ini membuat mereka berjuang membangun pendidikan secara mandiri, tidak bergantung pada pihak manapun kecuali kepercayaan masyarakat. Persoalan ini sebenarnya sudah berjalan sejak masa colonial Belanda. Pihak belanda merasakan pesantrensebagai ancaman terhadap kekuasaannya. Karena kebanyakan tokoh penentang kolonialisme berasal dari kalangan pesantren. Sehingga upaya belanda untuk merongrong pendidikan islam di pesantren dan menghilangkan kepercayaan masyarakat pada lembaga ini tidak ada henti-hentinya. Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa keperluan untuk mencetak kader pemimpin ummat adalah keperluan yang mendesak. Pesantren selama ini telah menjalankan fungsinya untuk itu, disamping fungsinya untuk mewariskan ilmu, khususnya ilmu agama kepada santri. Akan tetapi, hasil yang dicapai sangat bergantung pada kualitas pemimpin dan manajemen pesantren itu sendiri. Kepercayaan masyarakat muslim kepada kyai hingga kini masih dirasakan cukup besar , khususnya dalam upaya menangkal bahaya yang timbul akibat konssekuensi era globalisasi. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Pendidikan islam sangat di perlukan untuk menciptakan generasi-generasi penerus yang beriman, bertakwa dan bertanggung jawab dalam segala hal, terutama disaat seseorang tersebut menjadi seorang pemimpin. Dan lembaga-lembaga pendidikan islam sangat membantu untuk mewujudkan hal tersebut. Karena di dalam lembaga pendidikan islam, tidak hanya diajarkan ilmu-ilmu tentang agama saja melainkan juga ilmu-ilmu umum, dan keorganisasian. Lembaga pendidikan islam bukanlah lembaga yang kuno seperti yang dianggap banyak orang, karena mungkin cara berpakaian, dan pergaulannya berbeda. Dan mungkin juga karena yang dipelajari adalah mayoritas tentang agama. Sehingga mereka menganggap lembaga-lembaga pendidikan islam itu tidak modern. Tetapi pada zaman sekarang ini lembaga-lembaga pendidikan islam mampu mengimbangi bahkan menyaingi lembaga-lembaga yang berada diluar naungan islam. Dan hal itu mampu membuka mata masyarakat bahwa, sebenarnya lembaga-lembaga pendidikan islam tidak kalah dengan lembaga-lembaga diluar islam. DAFTAR PUSTAKA Shaleh, Abdul Rachman. Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Pt Raja Grafindo Persada 2004 Rasyid, Dr. Daud. Islam Dalam Berbagai Dimensi, Gema Insani Perss 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar