Rabu, 20 Februari 2013

SEJARAH FIQIH SEJAK JAMAN TABI’IN SAMPAI SEKARANG

SEJARAH FIQIH SEJAK JAMAN TABI’IN SAMPAI SEKARANG
MAKALAH
Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih yang dibina oleh Bpk.Wadud Nafis. Lc







Oleh:
• Dyah Ayu Helida (083112014)
• Dini Lutfiah Berlian (083112023)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JEMBER
Oktober, 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Dalam penyusunan makalah ini, selain memenuhi tugas dari dosen pembimbing juga untuk menjelaskan tentang “SEJARAH FIQIH SEJAK ZAMAN TABI’IN SAMPAI SEKARANG” Serta dengan tersususnnya makalah ini dapat menambah wawasan bagi penbaca pada umumnya dan bagi teman-teman mahasiswa pada khususnya.
Kami sadari meski makalah ini telah rampung tapi masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca maupun pendengar, demi kelancaran dan kesempurnaan tugas kami yang selanjutnya.



Penyusun







BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum islam atau fiqih, meskipun bersumber pada Al-Quran dan Sunnah Rasul, tenyata beranekaragam dalam konsep maupun formulasinya. Setiap fuqaha’ memiliki metode yang tidak sama dalam memahami setiap pernyataan Al-Quran maupun Sunnah. Karena itulah dalamhukum islam terdapat berbagai macam aliran atau madzhab.
Perbedaan madzhab ini semakin tajam pada zaman modern sekarang, setelah Dunia Islam semakin mengenal pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep hokum lain diluar Islam,terutama yang dating dari Barat. Semakin majemuknya masyarakat dan warganegara di Negara-negara Islam juga ikut brpengaruh terhadap proses penajaman perbedaan ini.


B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara penetapan hukum Islam pada masa Tabi’in ?
b. Apa yang teerjadi pada hukum Islam setelah memasuki zaman modern ?

C. Tujuan
Untuk menjelaskan tentang bagaimana hukum Islam setelah mengalami perpindahan dari zaman ke zaman.






BAB II
PEMBAHASAN
Periode Tabi’in
Tabi’in dan imam –imam mujtahid (abad ke dua dan ke tiga hjriyah), kekuasaan islam semakin berkembang dan banyak orang-orang dari non arab memeluk agama islam. Sehingga kaum muslimin menghadapi masalah-masalah baru, berbagai kesulitan, bahasan pandangan gerakan pembangunan dan spiritual, yang kesemuanya itu mendorong kepada para imam mjutahid, untuk memperluaas bidang ijitihad, danmenetapkan hukum-hukum syara’ atas kejadian-kejadian tersebut serta membuka pintu bahasan dan pandanganbar bagi mereka. Semakin luaslah medan penetapan hukum-hukum fiqih, dan ditetapkan pula hukum-hukum yang mungkin akan terjadi dengan di dasarkan kepada hukum-hukum pada periode pertama dan ke dua.
Pada periode ini hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum Allah dan Rosulnya, fatwa dan putusan sahabat, fatwa imam mujtahid dan hsil ijtihad mereka, yang besumber dari Al-Quran, As-Sunnah, dan ijtihad imam-imam mujtahid. Pada abad ini di mulailah pembukuan hukum-hukum syara’ seiring pembuktian hadits. Hukum-hukum tersebut dibentuk menjadi sebuah disiplin ilmu karena telah disertai dengan dalil, alasan, dan dasar umum yang menjadi pokok dari hukum tersebut, ahlinya di sebut ilmu fiqih.
Adapun hukum yang di tetapkan dengan jalan ijtihad para sahabat dan tabi’ in setelah Rosulullah SAW wafat, bukanlah pembentukan syari’at yang sebenarnya. Hal itu hanya merupakan perluasan dan penyederhanaan kaidah-kaidah umum, dan mencari perbandingan-perbandingan (Qiyas) masalah yang tercantum dalam nash (teks).
Fiqih dalam era Sighar Sahabat dan Tabi’in
Klasifikasi perkembangan fiqih kedalam era sighar sahabat dan tabi’in sebenarnya masih membingungkan banyak pengamat. Kebingungan itu dapat dipahami dengan melihat munculnya pergolakan-pergolakan yang terjadi selama kekhalifahan Utsman dan Ali, dan memuncak pada pemerintahan Daulah Umayyah, karena itu, banyak pengamat sejarah islam berkesimpulan bahwa periode ini lebih merupakan masa munculnya persoalan-persoalan teologis, sedangkan kajian- kajian fiqih tenggelam di bawah perpecahan kesatuan agama dan negara.
Bahwa pergolakan politik pada masa-masa awal dari pemerintahan Daulah Uamayyah telah melahirkan agitasi teologis adalah suatu hal yang tidak bisa di pungkiri, tetapi pergolakan itu sendiri juga membawa pengaruh besar terhadap perkembangan fiqih hingga menghantarkan fiqih menuju era kodifikasi dan muncul para aimmah mazhahib (para imam mazhab).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fiqih Pada Periode Ini.
Secara umum para sighar sahabat dan tabi’in mengikuti manhaj (metode, sistem, atau kaidah-kaidah istidlal) sahabat dalam mencari hukum. Mereka merujuk pada ijtihad sahabat (kesepakatan) dan baru setelah itu mereka sendiri melakukan ijtihad sesuai dengan kaidah ijtihad para sahabat, kendati demikian, ada beberapa perkembangan baru yang membedakan perkembangan fiqih antara periode ini dengan periode sebelumnya.
Periode tabiin dan lahirnya madzhab fiqih
Dimasa tabi’in murid-murid para sahabat meneruskan penyebaran ilmu fiqih dikawasan masing-masing. Di Madinah ada Sa’id bin Musayyab (W 98 H). Urwh bin Zubair (W 94 H) dan Ibn Syihab (124). Sedangkan di Mekah ada ‘Attha’ bin Rabah, Mujahid bin Jabr dan dibeberapa tempat lainnya dan murid-murid yang berbeda. Melalui mereka inilah kesinambungan penyebaran fiqih diteruskan dari generasi sebelum mereka.
Kajian hukum fiqih semakin berkembang beberapa tahun berikutnya. Seiring munculnya madzhab–madhzab fiqih seperti madzhab Ja’fari dan Hanafi di Kufah. Maliki di Madinah, Syafi’i di Baghdad-Mesir dan sebagainya.khazanah kajian hukum yang pada periode sebelumnya cuma berbentuk fatwa-fatwa hukum atau pengajaran secara dialogis, kini telah berkembang menjadi studi keilmuan yang memiliki landasan metodelogi dan epistemologi tersendiri. Ilmu fiqih yang sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Hingga permulaan masa tabi’in
1. Metode tabi’in dalam mengenal hukum
Pada periode ini ialah, “Menerima hukum yang dikumpulkan oleh seseorang mujtahid dan memandang pendapat mereka seolah-olah nash syara’ sendiri.” Jadi taqlid itu menerima saja pendapat seseorang mujtahid sebagai nash hukum syara’. Dalam periode taqlid ini, kegiatan para ulama’ Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing.
Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa setiap mazhab fiqh mempunyai ushul fiqh. Hanya saja, metode penulisan mereka berbeda. Metode penulisan ushul fiqh yang ada yaitu;
a. Metode mutakallimin
Metode penulisan ushul fiqh ini memakai pendekatan logika (mantiqy), teoretik (furudl nadzariyyah) dalam merumuskan kaidah, tanpa mengaitkannya dengan furu’. Tujuan mereka adalah mendapatkan kaidah yang memiliki justifikasi kuat. Kaidah ushul yang dihasilkan metode ini memiliki kecenderungan mengatur furu’ (hakimah), lebih kuat dalam tahqiq al masail dan tamhish al khilafat. Metode ini jauh dari ta’asshub, karena memberikan istidlal aqly porsi yang sangat besar dalam perumusan. Hal ini bisa dilihat pada Imam al Haramain yang kadang berseberangan dengan ulma lain. Dianut antara lain oleh; Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan Syiah.
b. Metode Fuqaha
Tidak diperdebatkan bahwa Abu Hanifah memiliki kaidah ushul yang beliau gunakan dalam istinbath. Hal ini terlihat dari manhaj beliau; mengambil ijma’ shahabat, jika terjadi perbedaan memilih salah satu dan tidak keluar dari pendapat yang ada, beliau tidak menilai pendapat tabiin sebagai hujjah. Namun, karena tidak meninggalkan kaidah tersebut dalam bentuk tertulis, pengikut beliau mengumpulkan masail/furu’ fiqhiyyah, mengelompokkan furu’ yang memiliki keserupaan dan menyimpulkan kaidah ushul darinya. Metode ini dianut mazhab Hanafiyyah. Sering pula dipahami sebagai takhrij al ushul min al furu’. Metode ini adalah kebalikan dari metode mutakallimin
2. Keistimewaan pada masa tabi’in
Berkembangnya beberapa pusat studi Islam, menurut Manna' al-Qatthan telah melahirkan dua tradisi besar dalam sejarah pemikiran Islam. Keduanya adalah tradisi pemikiran Ahl al-Ra'y dan tradisi pemikiran Ahl al-Hadits. Menurutnya, mereka yang tergolong Ahl al-Ra'y dalam menggali ajaran Islam banyak menggunakan rasio (akal). Sedangkan mereka yang tergolong Ahl al-Hadits cenderung memarjinalkan peranan akal dan lebih mengedapankan teks-teks suci dalam pengambilan keputusan agama (hlm. 289-290).
• Fiqih sudah sampai pada titik sempurna pada masa ini.
• Pada masa ini muncul ulam’-ulama’ besar, fuqoha’ dan ahli ilmu yang lain.
• Madzhab fiqih pada masa ini sudah berkembang dan yang paling masyhur adalah 4 madzhab.
Telah dibukukan ilmu-ilmu penting dalam islam. Diantaranya, dalam madzhab abu hanifah : kutub dzohir al Riwayah yang diriwayatkan dari oleh Muhammad bin al Hasan dari Abu Yusuf dari imam Abu Hanifah, kemudian dikumpulkan menjadi kitab al Kafi oleh al Hakim as Syahid. Dalam madzhab imam Malik : al Mudawwanah yang diriwayatkan oleh Sahnun dari Ibnu Qosim dari imam Malik. Dalam madzhab imam Syafi’i kitab al Um yang diimlakkan oleh imam kepada muridnya di Mesir. Dalam madzhab imam Ahmad kitab al Jami’ al Kabir yang dikarang oleh Abu Bakar al Khollal setelah mengumpulkannya dari pere murid imam Ahmad.
Peristiwa pemberlakukan hukum di kawasan pemerintahan Islam tidak hanya terjadi di daerah kekuasaan Daulah Utsmaniyyah saja. Di Mesir, tarik menarik antara penerapan hukum Islam dengan penerapan hukum positif (barat) juga terjadi. Dan hukum Islam pun akhirnya harus puas berkiprah hanya pada tingkat wacana. Sedangkan dalam aplikasinya, pemerintah lebih memilih untuk menerapkan sistem hukum positif. Bahkan, hukum positif yang diberlakukan di Mesir tidak hanya menyangkut masalah pidana, namun dalam masalah perdata juga diterapkan.

Memasuki Era Modern
Semenjak awal pemerintahan islam, hukum yang diterapkan oleh pemerintah, yang lazim disebut “hukum positif” adalah hukum syari’ah islam. Pemegang kendali pemerintahan dari kalangan dinasti-dinasti menerapkan hukum syari’ah dengan cara mangadopsi hasil pemikiran ulama besar, dengan sedikit “revisi” oleh ulama pemerintah. Dengan kata lain hukum syari’ah itu fiqih. Memasuki abad modern, dunia Islam yang waktu itu dipegang oleh dinasti utsmani, berhadapan dan bergaul dengan peradaban barat, apalagi kekuasaan kerajaan utsmani meliputi sebagian benua Eropa. Teknologi yang dimiliki oleh bangsa Eropa akhirnya membelalakkan mata utsmani, bahwa ternyata kekuatan militer orang Islam tidak dapat lagi mengalahkan kekuatan mereka. Kekuatan barat yang ian lama kian mengancam kekuatan utsmani telah menimbulkan opini para pemikir bahwa peradaban islam telah ketinggalan dar barat. Hal yang sama bukan hanya di alami oleh Turky tetapi juga daerah-daerah lain. Maka pada penghujung pemerintahan Utsmani muncul “sekularisasi” tidak terkecuali di bidang hukum islam.
Peradaban barat berlandaskan pada konsep-konsep dan lembaga-lembaga yang asing bagi tradisi islam. Hukum syari’ah yang di landaskan berdasarkan kesetiaan yang tepat terhadap doktrin yang sudah mapan (taqlid) bertentangan dengan kebutuhan masyarakat islam. Di sisi lain, mereka melihat bahwa hukum barat berpeluang mengatasi persoaln mereka. Akibatnya, syari’ah di kesampingkan, setidaknya sebagian diganti dengan hukum yang di ilhami barat dalam bidang tertentu yang orang Islam memang harus menyesuaikan diri dengan kondisi modern.
Sudah pasti hukum syariat yang diganti bukan hukum yang mengurusi ibadah (hubungan vertikal antara manusia dengan Allah), tetapi yang mengurusi hubungan sesama manusia, seperti publik, hukum antar bangsa, hukum tentang pemerintahan dan hukum dagang.
Kenyataan yang di alami fiqih islam sepanjag beberapa abad terahir ini terus membayang-bayangi kita. Fiqih telah terkucilkan sedemikian rupa, sehingga tidak pernah di sebut-sebutkecuali dalam urusan kekeluargaan, seperti peernikahan, percaraian, warisan, wasiat,dll. Kenyataan itu menyebabkan kelengahan lebih parah lag hingga tidak ada seorangpun yang tertariku untuk mengkaji fiqih islam dalam bentuk kajian ilmiah.
Itu semua terjadi ketika kita lebih cenderung menggunakan hukum-hukum prancis. Dan kita jadikan sebagai sumber perundang-undangan kita sejak akhir abad ke-19 masehi. Setelah sekian lama kita mengabaikan fiqih islam, kemudian kita lebih tertarik pada hukum-hukum asing, atau jika ingin menyebutnya lebih halus, undang-undang yang bercampur aduk, maka kehancuranlah yang kita saksikan.

Penyerapan Hukum Eropa
Semenjak abad ke-19 tumbuh kontak yang semakin akrab antara peradaban islam dengan peradaban barat. Selanjutnya perkembangan hukum ditentukan oleh pengaruh-pengaruh baru yang kemudian mendikte islam. Secara politis social dan ekonomis, peradaban barat berlandaskan pada konsep-konsep dan lembaga-lembaga tang asing buat tradisi islam dan hukum yang mengekspresikan tradisi tersebut lantaran kekakuan islam, dan dominannya pada teori taqlid. Lahirlah pertentangan yang jelas-jelas tidak dapat di akurkan antara hukum trdisional (islam) dan kebutuhan masyarakat muslim, sampai mereka hendak mencitakan mengatur diri dengan patokan-patokan dan nilai-nilai barat. Akibatnya, tampaklah bahwa tidak ada pilihan lain kecuali mengesampingkan syari’ah. Ini mulanya terjadi pada semua tingkat dan menggantikannya dengan hukum-hukum yang telah di ilhami barat dan bidang-biang dimana islam merasa harus menyesuaikan diri dengan kondisi modern.

Kecenderungan-Kecenderungan Hukum Di Dunia Islam Masa Kini
Sistem-sistem hukum di dunia islam sekarang secara garis besar bisa di bagi menjadi 3 kelompok :
a. Sistem-sistem yang masih mengakui syari’ah sebagai huku asasi dan kurang lebihnya masih menerapkannya secara utuh.
b. Sistem-sistem yang meninggalkan syari’ah dan menggantikannya dengan hukum yang sama sekali secular ; dan
c. Sistem-sistem yang mengkompromikan kedua pandangan tersebut.

Diantara Negara-negara yang hingga kini masih memprtahankan syari’ah sebagi asasi dan masih berupaya menerapkan dalam segi hubungan kemanusiaan adalah Arab Saudi dan wilayah utara Nigeria.
Arab Saudi adalah Negara islam merdeka dengan corak khas yang setidaknya di bibir masih menghargai syari’ah sebagai hukum yang mengatur setiap aspek kehidupan.Negara ini masih belum mau menerima Sistem hukum lain manapun juga; dan ia sangat sedikit melakukan hukum yang bersumber pada inspirasi barat. Memang setiap aturan huku yang bertentangan dengan konsep asasi islam berarti, secara teoritik , juga bertentangan dengan hukum asasi hijaz yang dinyatakan berlaku oleh mendiang raja Abdul azis Ibnu su’ud karena pasal 6 hukum tersebut menyatakan :
“aturan hukum di kerajaan hijaz harus senantiasa di sesuaikan dengan kitab Allah (Al-Quran), sunnah nabi dan perbuatan para sahabat serta para pengikut setianya”.
Tetapi meskipun kerajaan arab Saudi secara resmi terikat dengan aliran wahabi yang mengikuti ajaran-ajaran hambali, secara otoritatif ia dinyatakan tidak berkeberatan terhadap ajaran madzhab-madzhab sunni lainnya selama cocok dengankeadaan, atas perintah raja.














BAB III
KESIMPULAN
Fiqih merupakan sumber hukum islam sejak zaman rosulallah hingga sekarang. Perubahan demi perubahanpun terus terjadi, pada zaman Nabi, sahabat, tabi’in dan sampai saat ini.
Pada zaman Nabi hingga Tabi’in hukum islam benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi, pada saat menginjak zaman modern hukum islam mulai ditinnggalkan, karena terpengaruh oleh hukum-hukum yang berasal dari barat dan mengadopsi hukum yang berada di Negara barat. Contohnya Pada saat ini terutama di Indonesia hukum yang paling sering digunakan atau diterapkan adalah hukum yang sistemnya lebih conndong kepada hukum yang berasal dari barat bukan hukum islam. Dan hukum islam hanya digunakan seperlunya saja, misalnya dalam perkawinan, dan prsoalan waris mewarisi.








Sabtu, 26 Januari 2013

Korupsi (KKN)

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bicara tentang korupsi dan kolusi di Negara kita ini sangat tidak asing lagi dan bahkan sering disorot oleh media massa, seakan korupsi dan kolusi menjadi makanan paling empuk bagi pejabat baik tingkat daerah maupun Nasional. Meskipun sudah ada institusi negara yang sangat besar yang khusus yang mengatasi korupsi namun masih banyak diantara mereka yang makan uang haram ini. Adapun menurut hukum islam sudah jelas itu hukumnya haram dan banyak hadist-hadist nabi yang menerangkan hal itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari KKN?
2. Bagaimana larangan menyuap itu?
3. Bagaimana larangan bagi pejabat untuk menerima hadiah?
C. Tujuan
1. Untuk mempelajari hadist-hadist mengenai korupsi dan kolusi
2. Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang hadist-hadist larangan korupsi dan kolusi.












BAB II
PEMBAHASAN
LARANGAN KKN (KORUPSI,KOLUSI DAN NEPOTISME)
A. Pengertian Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Ghulul (korupsi) merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh Rasulullah saw. dalam hadis-hadisnya terkait dengan perilaku korupsi atau penggelapan harta publik. Ghulul adalah mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya.
Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris corruption. Sebetulnya kata corruption tersebut berasal dari kata dalam bahasa Latin “corruptus” yang berarti “merusak habis-habisan”. Kata ‘corruptus’ itu sendiri berasal dari kata dasar corrumpere, yang tersusun dari kata com (yang berarti ‘menyeluruh’) dan rumpere yang berarti merusak secara total kepercayaan kepada si pelaku yang tak jujur.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
Nepotisme artinya tindakan memilih kerabat sendiri, teman atau sahabat untuk menjabat pemerintahanan; atau kecenderungan untuk mengutamakan sanak saudara atau teman dalam menduduki jabatan dalam suatu perusahaan atau pemerintahan.Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi.

.Hadis Mengenai Korupsi.
Secara garis besar, Islam telah memperingatkan kepada hambanya agar tidak memakan suatu harta yang diperoleh dengan cara yang bathil (tidak baik). Sebagaimana tercantum dalam al-Quran:]
•
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa: 29)
A. Larangan Menyuap
1. Terjemahan Hadist
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : لعن رسول الله صلعم الراشي والمرتشى فى الحكم (رواه احمد والاربعة وحسنه الترمذى وصححه ابن حبان)
“Abu Hurairah r.a. berkata Rasulullah SAW. melaknat penyuap dan diberi suap dalam urusan hukum.”
(H.R. Ahmad dan Imam yang empat dan dihasankan oleh Turmudzi dan disahihkan oleh Ibnu Hibban)

2. Makna Mufrodat
لعن : melaknat
الرشى : orang yang memberi suap
المرتشى : orang yang menerima suap
في الحكم : di dalam hukum

3. Penjelasan Hadist
Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat menolong orang yang memberi. Maksudnya, sesuatu yang dapat berupa uang atau harta benda yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang diinginkan, berkat bantuan ornag yang diberi tersebut. Menyuap dalam masalah hukum adalah memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun lainnya kepada penegak hukum agar terlepas dari ancaman hukum mendapat hukuman ringan.
Suap-menyuap sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat karena akan merusak berbagai tatanan atas sistem perbuatan yang ada di masyarakat, dan menyebabkan terjadinya kecerobohan dan kesalahan dalam menetapkan ketetapan hukum sehingga hukum dapat dipermainkan dengan uang. Akibatnya, terjadi kekacauan dan ketidakadilan.
Islam melarang perbuatan tersebut, bahkan menggolongkannya sebagai salah satu dosa besar, yang dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena perbuatan tersebut tidak hanya melecehkan hukum, tetapi lebih jauh lagi melecehkan hak seseorang untuk mendapat perlakuan yang sama di depan hukum.
Misalnya, dalam penerimaan tenaga kerja, jika didasarkan pada besarnya uang suap, bukan pada profesionalisme dan kemampuan, hal itu diyakini kan merusak kualitas dan kuantitas hasil kerja, bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa pekerja tersebut tidak mampu melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadnya, sehingga akan merugikan rakyat.
Dengan demikian, kapan dan di mana saja, suap akan menyebabkan kerugian bagi masyarakat banyak. Dengan demikian, larangan islam untuk menjauhi suap tidak lain agar manusia terhindar dari kerusakan dan kebinasaan di dunia dan siksa Allah SWT. kelak diakhirat.
Orang yang menyuap dan yang disuap kedua-duanya dikutuk Allah SWT dan dibenci manusia. Sebab orang yang menyuap berarti membantu oarng yang menerima suap, memudahkan baginya makan harta orang lain dengan jalan batil, menyuburkan perangai jahat memberikan peluang orang berbuat tidak adil dan berarti dia menganggap baik tempat atau sarana kejahatan. Adapun orang yang mau menerima suap berarti dia mengambil hak milik orang lain dan menghalangi orang lain memiliki haknya sendiri, sehingga dia mengambil suap dari padanya.
B. Larangan Bagi Penjabat Untuk Menerima Hadiah
حديث ابي حميد الساعدي ان رسول الله رسول الله صلى الله عليه وسلم استعمل عاملا فجاعه العمل حين فرغ منعمله فقال : يارسول اللهن، هذالكم وهذا اهديلى. فقال له : افلاقعدت فى بيت ابيكوامك فنظرت ايهدى لك ام لا ؟ ثم قال رسول الله صلى الله عليه ويلم عشية بعد الصلاة فتشهد واثنى على الله بما هواهله، ثم قال: امابعد, فمابل العامل نستعمله فيعتينا فيقول : هذا من عملكم وهذا اهذيلى افلا فقد فى بيت ابيه وامه فنظر هل يهدى لا له ام لا ؟ فوالذي نفس محمدبيده لايغل احدكم منها شيأ الا جاء به يوم الفيامة يحمله على عنقه ان كان بعيرا جاء لهرغاء وان كانت بقرة جاء بهاتيعر فقد بلغت فقال أبو حميد : ثم رفع رسول الله صلى الله عليه وسلم يده حتى الى عفرة ابطيه. أخرجه البخارى فى: 73 كتاب الايمان والنذور 3 باب كيف كانت يمين النبي صلى الله عليه وسلم

1. Terjemahan hadist
“Abu Hurairah Assa’id r.a. berkata, Rasulullah SAW., mengangkat seorang pegawai untuk menerima sedekah/zakat kemudian sesudah selesai ia datang kepada Nabi SAW. dan berkata, “ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang diberikan orang kepadaku.” Maka Nabi SAW. bersabda kepadanya, “Mengapakah anda tidak duduk saja di rumah ayah atau ibu anda untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak (oleh orang)?” kemudian sesudah shalat, Nabi SAW. berdiri, setelah tasyahud memuji Allah selayaknya, lalu bersabda, “Amma ba’du, mengapakah orang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, Ini hasil untuk kamu dan ini aku diberi hadiah, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak. Demi Allah! Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tiada seseorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya, jika berupa onta bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik, maka sungguh aku telah menyampaikan. Abu Humaid berkata, ‘kemudian Nabi SAW. mengangkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.”

2. Mufradat
استعمل عاملا : Memperkerjakan seorang pekerja
Pada hadist di atas Rasulullah memperkerjakan Abdullah Al-Lutbiyah
يغل : Berkhianat, menyembunyikan sesuatu, korupsi
الرغاء : Suara onta
خوار : Suara lembu (sapi)
تيعر : Suara kambing yang keras
عنق : Leher
أثنى : Memuji
3. Penjelasan singkat
Dalam islam, hadiah dianggap sebagai salah satu cara untuk lebih merekatkan persaudaraan atau persahabatan, sebagai mana disebutkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Muwatha dari Al-khurasany:
تصافحوايذهب الغل وتهادوا تحابوا وتدهب الشحناء (رواه الاءمام مالك)
Artinya:
“saling bersalamanlah kamu semua, niscaya akan menghilangkan kedengkian, saling memberi hadiahlah kamu semua, niscaya akan saling mencintai, dan menghilangkan percekcokan.” (H.R. Imam Malik)
Dari keterangan diatas, jelaslah pada dasarnya memberikan hadiah kepada orang lain sangat baik dan dianjurkan untuk lebih meningkatkan rasa saling mencintai. Begitu pula bagi yang diberi hadiah disunnahkan untuk menerimanya.
Akan tetapi, islam pun memberi rambu-rambu tertentu dalam masalah hadiah, baik yang berkaitan dengan pemberi hadiah maupun penerimanya. Dengan kata lain, tidak semua orang diperbolehkan menerima hadiah, misalnya bagi seorang pejabat atau pemegang kekuasaan.
Hal itu ditunjukkan untuk kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang ingin sekali mengenal bahkan akrab dengan orang-orang yang terpandang, baik para pejabat maupun orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi lainnya.
Kalau mereka ingin memberi hadiah, mengapa tidak memberikannya kepada mereka yang lebih membutuhkan dari pada pejabat tersebut. Jelaslah bahwa mereka menginginkan balas budi dari hadiah yang diberikan tersebut, antara lain mengharapkan agar pejabat tersebut mengingatnya dan mempermudah berbagai urusannya.
Dengan demikian, sangatlah pantas kalau Rasulullah melarang seorang pegawai atau petugas negara untuk menerima hadiah karena menimbulkan kemadaratan walaupun pada asalnya menerima hadiah itu dianjurkan. Dalam kaidah ushul fiqh dinyatakan bahwa “suatu perantara yang akan menimbulkan suatu kemadaratan, tidak boleh dilakukan.
Namun demikian, kaidah tersebut betul-betul murni dan tidak ada kaitannya dengan jabatannya, islam tentu saja memperbolehkannya.

















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Korupsi berarti merusak secara total kepercayaan kepada si pelaku yang tak jujur.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
Nepotisme artinya tindakan memilih kerabat sendiri, teman atau sahabat untuk menjabat pemerintahanan; atau kecenderungan untuk mengutamakan sanak saudara atau teman dalam menduduki jabatan dalam suatu perusahaan atau pemerintahan.
Secara garis besar, Islam telah memperingatkan kepada hambanya agar tidak memakan suatu harta yang diperoleh dengan cara yang bathil (tidak baik). Sebagaimana tercantum dalam al-Quran:
•
yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa: 29)
DAFTAR PUSTAKA

Rokhim, Abdul. 2008. Hadist 1. Jember:Center for society studies (CSS)
Syafe’i, Rachmat. 2008. Al-Hadist aqidah, akhlak, soial dan hukum. Bandung: Pustaka Setia
http://podoluhur.blogspot.com/2010/08/hadis-larangan-korupsi.htm

























DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
DAFTAR ISI ii
KATA PENGANTAR iii
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi, kolusi dan Nepotisme 2
B. Larangan menyuap 3
C. Larangan Bagi Penjabat untuk Menerima Hadiah 5
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan 9
Daftar pustaka 10






Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Larangan KKN”. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen mata kuliah Hadits, yang telah banyak memberikan kepada kami berbagai ilmu tentang Hadits-Hadits Nabi khusunya kepada mahasiswa reguler semester III. Semoga apa yang belaiu ajarkan kepada kami menjadi manfaat dan menjadi amal jariyah bagi beliau di Akherat kelak. Amin.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, kepada Dosen dan teman-teman sekalian, kami mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah inibermanfaat bagi kami dan teman-teman pada umumnya. Amin.



Jember, Oktober 2012

Penulis

Makalah Tafsir (tuhid rububiyah,uluhiyah, asma wa sifat)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tauhid ialah mengesakan Allah dan mengakui keberadaannya serta kuat kepercayaannya bahwa Allah itu hanya satu tidak ada yang lain. Tidak ada sekutu baginya, yang bisa menandinginya bahkan mengalahkannya. Ada tiga macam tauhid dalam islam, yakni : Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa sifat. Ketiga tauhid tersebut harus dimiliki oleh manusia sebagai hamba-Nya. Sebagai umat muslim kita tidak boleh hanya memiliki salah satu dari ketiga tauhid tersebut, karena ketiga tauhid tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Apabila kita hanya mempercayai salah satu diantaranya maka kita tidak bisa disebut sebagai seorang yang syirik bahkan keluar dari islam.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa sifat ?
b. Bagaimana penjelasan ketiga tauhid tersebut dalam al-Qur’an ?
C. Tujuan
a. Menjelaskan kepada para mahasiswa tentang materi ini
b. Membahas bagaimana keterkaitannya dalam al-qur’an berikut tafsir dan asbabun nuzulnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga bertentangan dengan aqidah yang lurus.
Diantara pengertian yang lain: menyakini bahwa Alloh subhanahu wa ta'ala adalah satu-satunya sang pencipta, pemberi rezeki, penguasa segala sesuatu, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Pengertian ini mencakup perkara berikut:
1. Iman tentang adanya Alloh subhanahu wa ta'ala .
2. Menetapkan bahwa Alloh subhanahu wa ta'ala sang pencipta segala sesuatu, pemiliknya, pemberi rezkinya. Dan bahwa Dia yang menghidupkan, mematikan, pemberi manfaat, mahdhorot, satu-satunya pengabul do'a. bagi-Nya segala urusan, ditangan-Nya segala kebaikan, Yang maha mampu atas kehendaknya, pembuat takdir dan perubah serta pengurus bagi segala urusan, tidak sekutu bagi-Nya dalam semua hal ini.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَ الَّذِيْنَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Wahai manusia !Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakankamu dan orang-orang yang sebelum kamu, supaya kamu ter-pelihara. (Q.S Al-Baqarah: 21)

Mufrodat
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
"Wahai Manusia !". - Rata seruan kepada seluruh manusia yang telah dapat berpikir

اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ "Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakan kamu "
Dari tidak ada, kamu telah diadakan dan hidup diatas bumi
.وَ الَّذِيْنَ مِن قَبْلِكُمْ
"Dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertakwa. "

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْن "Supaya kamu terpelihara."
Artinya terpelihara dari siksa dan azabnya yakni dengan jalan beribadah kepada-Nya. Pada asalnya “la’alla” mengungkapkan harapan, tetapi dalam firman Allah berarti menyatakan kepastian. Artinya datang ke dunia mendapat sawah dan ladang, rumah tangga dan pusaka yang lain dari nenek moyang sehingga yang datang kemudian hanya melanjutkan apa yang dirancang dan dilatih oleh orang tua-tua. Maka orang tua-tua yang telah meninggalkan pusaka itu pun Allah jualah yang menciptakan mereka. Disuruh kamu mengingat itu agar insaf akan kedudukanmu dalam bumi ini. Dengan mengingat diri dan mengingat kejadian nenek moyang bersambung ingatan yang sekarang dengan jaman lampau, supaya kelak diwariskan lagi kepada anak-cucu, yaitu supaya selalu terpelihara atau dan memelihara diri dan kemanusiaan, jangan jatuh martabat jadi binatang. Yaitu dengan jalan beribadat, berbakti dan menyembah kepada Tuhan, menyukuri nikmat yang telah dilimpahkanNya. Di sini Allah menampakkan betapa besar kasih sayang-Nya kepada makhluk, khususnya manusia. Walaupun para pendurhaka telah melampaui batas, namun mereka masih diajak. Ini Karena sikap keras yang ditampilkan dalam ayat-ayat yang lahir dari keinginan mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Pikirkanlah olehmu hai manusia akan Tuhan mu itu :
اَلَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشا
"Yang telah menjadikan untuk kamu akan bumi, jadi hamparan. " (pangkalayat 22).
Terbentang luas sehingga kamu bias hidup makmur di atas hamparannya itu.
وَ السَّمَاءَ بِنَاءً
"Dan langit sebagai bangunan "
Yang dapat dirasakan melihat awannya yang bergerak di waktu siang dan bintangnya yang gemerlap di waktu malam dan mataharinya yang memberikan sinar dan bulannya yang gemilang cahaya.
وَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاء مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ
"Dan diturunkan Nya air dari langit"---dari atas---" Maka keluarlah dengan sebabnya buah-buahan, rezeki bagi kamu. "
Maka pandanglah dan renungkanlah itu semuanya, sejak dari buminya sampai kepada langitnya, sampai kepada turunnya air hujan menyuburkan bumi itu. Teratur turunnya hujan menyebabkan suburnya apa yang ditanam. Kebun subur, sawah menjadi subur, dan hasil tanaman setiap tahun dapatlah diambil buat dimakan.
Pikirkanlah dan renungkanlah itu semuanya, niscaya hati sanubari akan merasa bahwa tidak ada orang lain yang sekasih, sesayang itu kepadamu. Dan tidak ada pula kekuasaan lain yang sanggup berbuat begitu; menyediakan ternpat diam bagimu, menyediakan air dan menumpahkan bahan makanan yang boleh dikatakan tidak membayar. Sehingga jika terlambat hujan turun dari jangka yang terbiasa, tidaklah ada kekuatan lain yang sanggup mencepatkan datangnya.

فَلاَ تَجْعَلُوْا ِللهِ أَندَاداً وَ أَنتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Maka janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-¬sekutu, padahal kamu mengetahui ."
Tentu kalau telah kamu pakai pikiranmu itu, mengetahuilah kamu bahwa Yang Maha Kuasa hanyalah Dia sendiriNya.Yang menyediakan bumi buat kamu hanya Dia sendiriNya, yang menurunkan hujan, menumbuhkan dan menghasilkan buah-buahan untuk makananmu hanya Dia sendiriNya. Sebab itu tidaklah pantas kamu buatkan untuk Dia sekutu yang lain. Padahal kamu sendiri merasabahwatidakada yang lainituberkuasa. Yang lain itu Cumalah kamu bikin-bikin saja.
Ayat ini akan diikuti lagi oleh banyak ayat yang lain, yang nadanya menyeru dan membangkitkan perhatian manusia terhadap alam yang berada sekelilingnya. Ayat ini telah menunjukkan kehidupan kita di atas bumi yang subur ini, menyambung keturunan dari nenek-moyang kita.
Dikatakan di sini bahwa bumi adalah hamparan, artinya disediakan dan dikembangkan laksana mengembangkan permadani, dengan serba-serbi keseluruhannya. Dan di atas kita terbentanglah langit lazuardi, laksana satu bangunan besar. Di atas langit itu terdapat matahari, bulan dan bintang dan awan dan angin yang berhembus sejuk. Lalu diterangkan pula bahwa kesuburan bumi adalah karena turunnya hujan dari langit, artinya dari atas.
Ayat ini menyuruh kita berpikir dan merenungkan, diikuti dengan merasakan. Bukanlah kemakmuran hidup kita sangat bergantung kepada pertalian langit dengan bumi lantaran hujan ? Adanya gunung-gunung dan kayu-kayuan, menghambat air hujan itu jangan tumpah percuma saja ke laut, tetapi tertahan-tahan dan menimbulkan sungai-¬sungai. Setengahnya terpendam ke bawah bumi menjadi persediaan air.


B. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah ialah mengimani bahwa Allah swt lah yang berhak untuk disembah, tidak ada sekutu bagiNya dalam hal tersebut. Inilah makna, tidak ada yang berhak disembah dengan haq kecuali Allah swt. Maka, segala bentuk ibadah seperti solat, puasa dan yang lainnya, wajib dilaksanakan hanya untuk Allah swt. Tidak boleh ada satu bentuk ibadah pun yang ditujukan kepada selain Allah swt.
Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.
Allah berfirman :
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thahaa [20] : 14).
Hal itu adalah karena Allah adalah Dzat Yang Maha Esa dan Agung. Maka jika ditinjau dari shifat yang akan dijelaskan setelah dhamir yaitu sifat wahdaniyah (Keesaan) maka Allah menggunakan dhamir tunggal.
Kemudian apa makna inzaal pada firman Allah (أَنْزَلْنَاهُ) di malam Lailatul Qadr? sebagian ulama mengatakan yang dimaksud bahwa Allah Subhana wa Ta’ala menurunkan Al Qur’an secara keseluruhan pada satu kesempatan di malam Lailatul Qadr dari Al Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah (di Langit Dunia). Kemudian Allah Subhana wa Ta’ala menurunkannya secara berangsur-angsur ke pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sesuai dengan kejadian selama 23 tahun1.
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud Inzaal pada firman Allah (أَنْزَلْنَاهُ) bahwa Allah Subhana wa Ta’ala menurunkan ayat Al Qur’an yang pertama (Allah Subhana wa Ta’ala mulai menurunkan Al Qur’an) pada malam Lailatul Qadr di Bulan Ramadhan2.
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ) “pada Lailatul Qadr”. Sebagian ulama berpendapat bahwa makna (الْقَدْرِ) adalah kemuliaan. Sebagian lagi berpendapat maknanya adalah takdir, karena pada malam tersebut ditentukan takdir yang akan terjadi selama setahun ke depan berdasarkan firman Allah Subhana wa Ta’ala,

Mufrodat
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ : sesungguhnya aku ini adalah Allah
(Sesungguhnya Dia yang maha segalanya adalah Allah)
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا : tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain aku
(Bahwasanya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah, tidak ada yang lain )

فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي : maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku
(Salah satu cara untuk mengingat sang pencipta (Allah) adalah dengan cara Shalat )
Di atas telah di singgung bahwa kata Allah adalah kata yang tepat untuk memperkenalkan Tuhan Yang Maha Esa. Ini karena kata Allah mencakup segala sifat-sifatNya, bahkan Dialah yang menyandang sifat-sifat tersebut, karena jika kita menyebut nama ALLAH, maka semua nama-nama / sifat-sifatnya telah dicakup oleh kata tersebut.

C. Tauhid Asma Wa Sifat
Tauhid Asma wa Sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya ataupun dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa melakukan empat hal berikut:
a. Tahrif (menyimpangkan makna)
yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat Allah, tanpa dalil. Misalnya: Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan untuk menghukum, sifat Allah istiwa (bersemayam), diselewengkan menjadi istaula (menguasai), Tangan Allah, disimpangkan maknanya menjadi kekuasaan dan nikmat Allah.
b. Ta’thil (menolak)
Yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. Baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian.
Contoh menolak secara keseluruhan adalah sikap sekte Jahmiyah, yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka menganggap bahwa siapa yang menetapkan nama dan sifat untuk Allah berarti dia musyrik.
Contoh menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte Asy’ariyah atau Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.
c. Takyif (membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat Allah)
yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib mengimani, namun dilarang untuk menggambarkannya.
Karena hal ini tidak mungkin dilakukan makhluk. Untuk mengetahui bentuk dan hakikat sebuah sifat, hanya bisa diketahui dengan tiga hal:
1) Melihat zat tersebut secara langsung. Dan ini tidak mungkin kita lakukan, karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2) Ada sesuatu yang semisal zat tersebut, sehingga bisa dibandingkan. Dan ini juga tidak mungkin dilakukan untuk Dzat Allah, karena tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah. Maha Suci Allah dari hal ini.
3) Ada berita yang akurat (khabar shadiq) dan informasi tentang Dzat dan sifat Allah. Baik dari Al Qur’an maupun hadis. Karena itu, manusia yang paling tahu tentang Allah adalah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun demikian, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menggambarkan bentuk dan hakikat sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
d. Tamtsil (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)
Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan budi, Allah bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci Allah dari adanya makhluk yang serupa dengan-Nya.
Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Firman Allah :
                
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”(Q.S Al-A’raaf: 180)
Mufrodat
ولله الا سماءالحسنى (Allah mempunyai asma-asma yang baik) yang sembilanpuluh Sembilan, demikian telah disebutkan oleh hadits. Al Husna adalah bentuk Mua’annats dari Al Ahsan
فادعوه (maka bermohonlah kepada-Nya) sebutkanlah Dia olehmu
بهاوذروا (dengan menyebut nama-nama-Nya itu dan tinggalkanlah) maksudnya biarkanlah
الذين يلحدون (orang-orang yang menyimpang dari kebenaran) berasal dari kata Alhada dan Lahada, yang artinya mereka menyimpang dari perkara yang hak
في اسمابه (dalam__ menyebut__nama-nama-Nya) artinya mereka mengambil nama-nama tersebut untuk disebutkan kepada sesembahan-sesembahan mereka, seperti nama Latta yang berakar dari lafadz Allah, dan ‘Uzzaa yang berakar dari kata Al ‘Aziiz, dan manaat yang berakar dari kata Al Mannaan
سيجزون (nanti mereka akan mendapat balasan) kelak di akhirat sebagai pembelasannya
ماكانوايعملون (terhadap apa yang telah mereka kerjakan) ketentuan ini sebelum turunnya ayat perintah berperang.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata : Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menghitungnya (mengamalkannya), maka dia masuk surga. ssAllah ialah ganjil, “ Dia menyukai yang ganjil “

Asbabun Nuzul :
Ayat ini turun berkenaan dengan seorang muslim yang dalam doanya membaca “Ya Rahman (Wahai Dzat Yang Maha Pengasih), Ya Rahiiim (Wahai Dzat Yang Maha Penyayang).” Mendengar itu, kaum musyrikin berkata, “Muhammad dan para sahabatnya mengaku bahwa mereka hanya menyembah satu tuhan. Tetapi kenapa orang ini berdo’a kepada dua tuhan?” Maka, turunlah ayat tersebut.
Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang imannya atau bahkan telah keluar dari Islam (Murtad & Syirik)


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tauhid Rububiyah : Ialah mengimani bahwa Allah swt adalah pencipta segala sesuatu dan tidak ada sekutu bagiNya dalam perkara tersebut dan kita sebagai manusia harus mempercayai bahwa Allah lah yang menciptakan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini.
Tauhid Uluhiyah : ialah mengimani bahwa hanya Allah lah yang berhak disembah dan tidak ada sekutu baginya, oleh karena itu segala bentuk ibadah yang kita kerjakan hanya kita tujukan kepada Allah saja, tidak boleh ada satu ibadah pun yang kita tujukan kepada selain Allah.
Asma wa Sifat : Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.
Dan ketiga tauhid tersebut harus dimiliki oleh setiap umat muslim karena ketiga tauhid tersebut tidak bisa di pisah-pisahkan. Jika kita tidak mengimani satu saja di antaranya, maka kita tergolong orang-orang musyrik.


DAFTAR PUSTAKA

Sihab, M. Quraish, tafsir Al-Misbah, peran kesan dan keserasian perpustakaan umum Islam lentera hati, Jakarta, 2002
Al-mahalli, Imam Jalaludin, Imam jalaludin As-suyuthi, Tafsir Jalalain & Azbabun Nuzul, jilid 1, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1997.
Al-mahalli, Imam Jalaludin, Imam jalaludin As-suyuthi, Tafsir Jalalain & Azbabun Nuzul, jilid 2, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1997.
Al-mahalli, Imam Jalaludin, Imam jalaludin As-suyuthi, Tafsir Jalalain & Azbabun Nuzul, jilid 3, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1997.
http://muslim.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-qadr.html
http://www.ilmoe.com/585/pembagian-tauhid-rububiyah-uluhiyah-asma-wa-sifat.html
http://qaasasaqidahtauhid.blogspot.com/2008/12/apa-itu-tauhid-uluhiyah-rubbubiyah-dan.html
http://kongaji.tripod.com/myfile/al-baqoroh_ayat21-25.htm
http://muslim.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-qadr.html


MAKALAH
TAUHID RUBUBIYAH, ULUHIYAH, ASMA WA SIFAT

Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Tafsir “
Yang dibina oleh Bpk.Safruddin Edi W., Lc,M.Ag
SEMESTER III













Oleh:

Rofiatul Munawaroh (083112026)
Dyah Ayu Helida (083112014)
Naely Naqiyatul Laiel (083112030)
Imatul Anisa (083112035)



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JEMBER
September, 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Dalam penyusunan makalah ini, selain memenuhi tugas dari dosen pembimbing juga untuk menjelaskan tentang “ TAUHID RUBUBIYAH, ULUHIYYAH, ASMA WA SIFAT ” Serta dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca pada umumnya dan bagi teman-teman mahasiswa pada khususnya.
Kami sadari meski makalah ini telah rampung tapi masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca maupun pendengar, demi kelancaran dan kesempurnaan tugas kami yang selanjutnya.

Jember, 19 September 2012
Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Tauhid Rububiyah 2
B. Tauhid Uluhiyah 5
C. Asma wa Sifat 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 10
DAFTAR PUSTAKA 11

makalah etos kerja

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Hampir di setiap sudut kehidupan kita akan menyaksikan begitu banyak orang yang bekerja. Para salesman yang hilir mudik mendatangi toko dan rumah-rumah, para guru yang tekun berdiri di depan kelas, polisi yang mengatur lalu lintas di bawah terik matahari, serta segudang profesi lainnya. Mereka semua melakukan kegiatan, tetapi lihatlah bahwa dalam setiap aktivitasnya itu ada sesuatu yang dikejar, ada tujuan serta usaha yang sangat bersungguh-sungguh untuk mewujudkan aktivitasnya tersebut mempunyai arti.
Di sisi lain makna bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dalam kata lain dapat juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan etos kerja?
b. Mengapa Islam melarang meminta-minta?
c. Seperti apakah Orang yang kuat terhadap ujian?
3. Tujuan
a. Menjelaskan kepada mahasiswa tentang materi ini.
b. Menjelaskan ciri-ciri Etos kerja.



BAB II
PEMBAHASAN
ETOS KERJA
1. Pengertian Etos Kerja
Kata etos kerja, sering di dengar di tengah-tengah masyarakat umum, khususnya pada kalangan birokrat atau suatu organisasi pemerintahan maupun swasta. Etos kerja secara umum adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Sedangkan menurut definisi lain etos kerja seorang musim adalah cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai manifestasi dari amal saleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.
Etos kerja sebagai sistem tata nilai yang positif sangat mendukung upaya pelaksanaan tugas. Prinsip utama dalam etos kerja bagi seseorang setidaknya ada 2 hal, yaitu :
a. Bekerja Adalah Ibadah
Seluruh umat beragama, harus meyakini sepenuhnya bahwa bekerja itu adalah ibadah. Kerja keras merupakan suatu keharusan yang dilaksanakan secara ikhlas. Segala bentuk pekerjaan yang dilandasi motivasi ibadah akan memperoleh penghargaan dari seseorang, pemerintah dan Negara serta Agama, yang merupakan perbuatan terpuji dan mendapatkan ganjaran kebaikan dari Allah SWT.


b. Pangkat dan Jabatan Adalah Amanah
Jabatan dan pangkat apapun yang melekat pada diri seseorang merupakan amanah dari Allah SWT, yang diberikan lewat pemerintah dan Negara. Dengan keyakinan bahwa jabatan dan pangkat itu sebagai amanah, maka harus diemban dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan harus dipertanggung jawabkan kepada atasan, bangsa, negara dan kepada Allah SWT.
2. Ciri Etos Kerja
Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah dari Allah yang akan memuliakan dirinya sebagai bagian dari manusia pilihan, di antaranya :
a. Memiliki Jiwa Kepemimpinan
Memimpin berarti mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang lain, agar dapat berbuat sesuai dengan keinginannya. Sedangkan kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengambil posisi sekaligus memainkan peran, sehingga kehadiran dirinya memberikan pengaruh pada lingkungannya.
Seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai personalitas tinggi. Dia larut dalam keyakinannya tetapi tidak segan untuk menerima kritikan, bahkan mengikuti apa yang terbaik. Dia bukan tipikal pengekor, terima jadi. Karena sebagai seorang pemimpin dia sudah dilatih untuk berpikir kritis analitis karena dia sadar bahwa seluruh hidupnya akan dimintakan di hadapan Allah.
b. Selalu Berhitung
Sebagaimana Rasulullah bersabda dengan ungkapannya yang paling indah : “ bekerjalah untuk duniamu,seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok “.
Umar bin Khattab pernah berkata : “ maka hendaklah kamu menghitung dirimu sendiri, sebelum datang hari dimana engkau yang akan diperhitungkan “ dan hal ini sejalan dengan firman Allah yang bersabda : “ hendaklah kamu menghitung diri hari ini untuk mempersiapkan hari Esok...
Setiap langkah dalam kehidupannya selalu memperhitungkan segala aspek dan resikonya dan tentu saja sebuah perhitungan yang rasional, tidak percaya dengan takhayul apalagi segala macam mistik dan atribut kemusyrikan.
c. Menghargai Waktu
Waktu adalah rahmat yang tiada terhitung nilainya, pengertian terhadap makna waktu merupakan rasa tanggung jawab yang sangat besar. Sehingga sebagai konsekuensi logisnya waktu dijadikan sebagai wadah produktivitas. Ada semacam bisikan dalam jiwanya jangan lewatkan barang sedetik pun kehidupan ini tanpa memberi arti.
3. Larangan Meminta-minta

عَنْ حَكِيْمِ بْن حِزَامٍ رَضِىَ الله عَنْهُ عَن النَبى صلعم قالَ ي: اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ الللسُفلىَ وَابْدَأ بِمَنْ تعُوْلُ وَخيْزُ الصّدَقةِ عَنْ ظَهْرِ غِنَى وَمَنْ يَسْتعْفِفْ يَعِفّهُ الله وَ مَنْ يَسْتغْنِ يُغْنِهِ الله (مُتفقٌ عَليْهِ)
Artinya : “ Dari Hakim bin Hizam RA berkata : Nabi SAW bersabda : tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah, dan dahulukan keluargamu (orang-orang yang wajib kamu belanjai), dan sebaik-baik sedekah itu dari kekayaan (yang berlebihan), dan siapa yang menjaga kehormatan diri (tidak meminta-minta), maka Allah akan mencukupinya, demikian pula siapa yang terima merasa sudah cukup, maka Allah akan membantu memberinya kekayaan “ (HR. Bukhari, Muslim)
MUFRODAT

اليَدُ : tangan
العُلْيَا : di atas
السُفْلىَ : di bawah
يَسْتعْفِفُ : menjaga kehormatan diri
يَسْتغْنِ : merasa cukup


PENJELASAN
Hadits di atas menjelaskan tentang nikmat Allah SWT yang paling utama, yakni lapangan rizki dan banyak harta.sebagus-bagus harta ialah yang dipergunakan orang untuk menjaga dirinya dari sifat rendah, minta-minta dan untuk menjaga perasaan malunya. Maka barang siapa yang mengetahui hak bagi dirinya dan mencarikan sarana untuk kebahagiaannya, niscaya dia selalu berusaha mencari segala faktor yang meningkatkan kehormatannya, dan menjauhkan diri dari minta kepada manusia, bahkan selalu berusaha memberikan dan meninggalkan jasa kepada mereka dan tidak menginginkan jasa dari mereka walaupun dari seorang. Bagi orang yang merasa dirinya hina apabila dia minta-minta, maka ia bersikap santai, ia tidak ambil pusing mukanya tercoreng,hina, dan tidak merasa sakit hati kehormatannya dihina orang. Maka Rasulullah SAW mendorong kita untuk mencari rizki dengan jalan yang dibenarkan oleh syari’at dan agar kita mempunyai jasa atau keutamaan sedekah kepada fakir miskin serta tidak menjadi golongan orang-orang yang mengulurkan tangan, meminta-minta kepada orang lain.
Rasulullah bersabda :
عَنْ اَبى هُرَيْرَة رَضِىَ الله عَنْهُ قالَ : قالَ رَسُوْلُ الله صلعم : لَاَنْ يَحْتطِبَ اَحَدُكُمْ حُزْمَةعَلىَ ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْالَ اَحَدًا فُيْعطِيَهُ اَوْيَمْنَعَهُ (مُتفقٌ عَليْهِ)
Artinya : “ dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah bersabda :jika seorang itu pergi mencari kayu, lalu diangkat seikat kayu di atas punggungnya (yakni untuk dijual di pasar), maka itu lebih baik darinya dari pada minta kepada seorang baik diberi atau ditolak “. (HR. Bukhari, Muslim).
يَحْتطِبُ : mencari kayu
حُزْمَة : seikat kayu
ظَهْر : punggung

يَسْالُ : meminta

يُعْطِى : memberi

يَمْنَحُ : menolak


PENJELASAN
Hadis di atas menerangkan bahwa , meminta-minta kepada seseorang adalah perbuatan yang rendah, sebaliknya orang yang bisa memelihara dirinya dari meminta-minta, maka ia tergolong orang yang mulia, sebab orang yang beriman itu mulia tidak rendah. Jika orang yang meminta-minta itu mampu berusaha, maka dia termasuk kufur kepada Allah SWT, karena tidak mau mensyukuri anggota badan yang telah dianugerahkan kepadanya. Rasulullah telah menjelaskan, sesungguhnya berusaha itu lebih baik dari perbuatan minta-minta, meskipun usaha itu dengan bekerja yang paling rendah dan paling bawah. Di antara mereka ada yang memang tidak mampu bekerja sama sekali yang wajib kita beri pertolongan, dan juga ada yang sebenarnya mereka masih mampu bekerja namun mereka malas, tenaga dan waktunya hanya digunakan untuk meminta-minta. Hadis ini menyeru menjaga keluhuran serta kehormatan kita dan mencegah kita berbuat rendah dan hina.
4. Mukmin yang Kuat Dapat Ujian

عَنْ اَبى هُرَيْرَة رَضِىَ الله عَنْهُ قالَ : قالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم : المُؤْمِنُ القوِش ىُ خيْرٌوَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَعِيْفِ وَفِى كُلٍ خَيْرٌ اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتعِنْ باللهِ وَلاتعْجزْ وَاِنْ اَصَابَكَ ثَيْئٌ فلا تقلْ : لَوْ اَنّى فعَلْتُ كَذا وَكَذا وَلَكِنْ قُلْ : قدَ رَاللهُ وَمَا شَاءَالله فعَلَ فِا نّ لَوْ تفْتحُ عَمَلَ الشَيْطَاِن (مُتفقٌ عَليْهِ)
Artinya : “ dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : orang mukmin yang kuat adalah lebih bagus dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada semuanya ada kebaikan, tamaklah (mengharaplah) pada barang-barang yang akan mendatangkan manfaat untukmu, dan minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah engkau merasa lemah, dan apabila kena kepadamu (ditimpa) sesuatu, maka janganlah engkau berkata : kalau saya berbuat begini, tentu menjadi begini dan begini, tetapi katakanlah : telah ditakdirkan oleh Allah, dan apa yang dikehendaki oleh Allah pasti Allah lakukan (pasti terjadi), karena kata “ seandainya “ itu membuka perbuatan syetan ”.
PENJELASAN
Hadis di atas menjelaskan tentang perintah terhadap tiga perkara, yaitu : memperkuat iman, berusaha bersungguh-sungguh kepada yang bermanfaat, dan mohon pertolongan kepada Allah SWT. Dan juga menjelaskan tentang larangan terhadap dua perkara, yaitu : menjadi lemah dan mengatakan jika kamu ditimpa oleh sesuatu yang tidak disukai atau kehilangan sesuatu : “ kalau sekiranya saya melakukan demikian tentu tidak seperti yang telah terjadi. Karena ini akan membuka pintu bagi setan. Akan tetapi katakanlah : Allah telah memastikan dan apa-apa yang dia kehendaki maka Dia pun berbuat.
Iman kepada takdir justru akan menjadi cambuk sarana, sehingga jiwanya dipupuk dengan kesabaran menghadapi cobaan serta bersyukur atas segala nikmat yang diperolehnya lalu dihadapinya segala problema dengan tekad yang membaja, dibuang jauh khayalan-khayalan yang tidak ada gunanya lagi. Berandai-andai itu hanya akan mengganggu jiwanya dan membuka pintu bagi setan. Kita hendaknya yakin bahwa iman adalah sumber segala kebahagiaan di dunia dan akhirat jika disertai dengan amal kebajikan.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Etos kerja
Yang dimaksud etos kerja ialah semangat bekerja, kita sebagai umat muslim harus mempunyai etos kerja yang tinggi, tidak boleh bermalas-malasan apapun bentuk pekerjaannya. Karena bekerja termasuk ibadah yang bisa mendatangkan pahala. Selama pekerjaan itu halal, tidak melenceng dari ajaran Allah, dan ikhlas karena Alla
b. Larangan Meminta-minta
Meminta-minta adalah pekerjaan yang dibenci oleh Allah, Rasulullah,dan agama. Karena meminta-minta adalah suatu perbuatan yang bisa dikatakan menurunkan harga diri seseorang di hadapan Allah maupun di hadapan orang lain. Perbuatan ini sangat dilarang karena membuat seseorang menjadi bermalas-malasan padahal dia dikaruniai tubuh yang kuat agar dia mampu bekerja dan menghindari perbuatan meminta-minta. Sekecil apapun pendapatan kita dari hasil usaha sendiri itu lebih baik daripada kita harus meminta-minta.
c. Muslim yang Kuat Mendapat Ujian
Seorang muslim yang kuat mendapat ujian adalah muslim yang tidak pernah menyerah atau tidak mematahkan semangatnya sekalipun dia ditimpa musibah, tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan penyesalan. Dan akan selalu berusaha untuk bangkit kembali.






DAFTAR PUSTAKA

Rokhim, Abdul, Hadits 1, center for society studies, 2008.
Tasmara, Drs. H. Toto, Etos Kerja Pribadi Muslim, Dana Bhakti Wakaf, Jakarta, 1995 .
Biro kepegawaian Sekretariat jenderal, Motivasi dan etos kerja, departemen agama republik Indonesia, 2004.

makalah qadariyah

BAB II
PEMBAHASAN
QODARIYAH
A. Pengertian Qodariyah
Qodariyah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata Qodara yang berarti kemampuan atau kekuatan. Adapun menurut pengertian Terminologi, Qodariyah adalah suatu Aliran yang percaya bahwa segal tindakan manusia tidak di intervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa setiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannnya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut dapat kita fahami bahwa Qodariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannnya. Menurut Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qodariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Dalam istilah inggrisnya faham ini dikenal dengan nama free will dan free act.
Qadariyah ini ditimbulkan pertama kali sekitar tahun 70 H/689 M, dipimpin oleh seorang bernama Ma’bad al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya Ghailan al-Dimasyqi mengambil faham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Ma’bad al-Jauhani adalah seorang tabi’in, pernah belajar kepada Washil bin Atho’, pendiri Mu’tazilah. Dia dihukum mati oleh al-Hajaj, Gubernur Basrah karena ajaran-ajarannya. Dan menurut al-Zahabi, Ma’ad adalah seorang tabi’in yang baik, tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman ibn al-Asy’as, gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjaj, Ma’ad mati terbunuh dalam tahun 80 H.
Sedangkan Ghailan al-Dimasyqi adalah penduduk kota Damaskus. Ayahnya seorang yang pernah bekerja pada khalifah Utsman bin Affan. Ia datang ke Damaskus pada masa pemerintahan khalifah Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H). Ghailan juga dihukum mati karena faham-fahamnya. Ghailan sendiri menyiarkan faham Qadariyahnya di Damaskus, tetapi mendapat tantangan dari khalifah Umar ibn Abd al-Aziz. Menurut Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Dalam faham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya. Di sini tak terdapat faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu, dan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak menurut nasibnya yang telah ditentukan semenjak asal. Selain penganjur faham Qadariyah, Ghailan juga merupakan pemuka Murji’ah dari golongan al-Salihiah. Tokoh-tokoh faham Qadariyah antara lain : Abi Syamr, Ibnu Syahib, Galiani al-Damasqi, dan Saleh Qubbah.
Kaum Qadariyah mengemukakan dalil-dalil akal dan dalil-dalil naqal (Al-Qur’an dan Hadits) untuk memperkuat pendirian mereka. Mereka memajukan dalil, kalau perbuatan manusia sekarang dijadikan oleh Tuhan, juga mengapa mereka diberi pahala kalau berbuat baik dan disiksa kalau berbuat maksiat, padahal yang membuat atau menciptakan hal itu adalah Allah Ta’ala.
Dikemukakan pula dalil dari ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan sendiri oleh kaum Qadariyah sesuai dengan madzhabnya, tanpa memperhatikan tafsir-tafsir dari Nabi dan sahabat Nabi ahli tafsir. Misalnya mereka kemukakan ayat :
فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاء فَلْيَكْفُرْ
“Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman dan barang yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. (QS. Al-Kahfi : 29).
Menurut Qadariyah, dalam ayat ini bahwa iman dan kafir dari seseorang tergantung pada orang itu, bukan lagi kepada Tuhan. Ini suatu bukti bahwa manusialah yang menentukan, bukan Tuhan. Dalam segi tertentu Qadariyah mempunyai kesamaan ajaran dengan Mu’tazilah.



B. Doktrin-doktrin Qodariyah
Dalam kitab Al-Milal Wa An-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas diterangkan oleh kalangan mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin mu’tazilah. Akibatnya, sering kali orang menamakan Qadariyah dengan mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Menurut pemuka Qadariyah An-Nazzam mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat difahami bahwa doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Oleh karena itu manusia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatannya.
Faham takdir dalam pandangan Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dalam faham Qadariyah takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak Azali yaitu hukum yang dalam istilahnya Al-Qur’an adalah sunnatullah.
C. I’tiqad Qadariyah Yang Bertentangan Dengan Ahlussunnah Waljamaah
Adapun doktrin yang dikembangkan oleh kaum qadariyah ini diantaranya:
1. Manusia mempunyai daya dan kekuatan untuk menentukan nasibnya, melakukan segala sesuatu yang diinginkan baik dan buruknya. Jadi surga atau neraka yang didapatnya bukan merupakan takdir Tuhan melainkan karena kehendak dan perbuatannya sendiri.
2. takdir merupakan ketentuan Allah SWT terhadap alam semesta sejak zaman azali, yaitu hukum yang dalam Al-Qur’an disebut sunnatullah.
3. Secara alamiah manusia mempunyai takdir yang tak dapat diubah mengikuti hukum alam seperti tidak memiliki sayap untuk terbang, tetapi manusia memiliki daya untuk mengembangkan pemikiran dan daya kreatifitasnya sehingga manusia dapat menghasilkan karya untuk mengimbangi atau mengikuti hukum alam tersebut dengan menciptakan pesawat terbang.
D. Perbandingan Aliran Jabariyah Dan Qadariyah
Beberapa perbedaan mendasar terhadap berbagai permasalahan teologi yang berkembang diantara kedua aliran ini diantaranya adalah:
1. Jabariyah meyakini bahwa segala perbuatan manusia telah diatur dan dipaksa oleh Allah sehingga manusia tidak memiliki kemampuan dan kehendak dalam hidup, sementara qadariyah meyakini bahwa Allah tidak ikut campur dalam kehidupan manusia sehingga manusia memiliki wewenang penuh dalam menentukan hidupnya dan dalam menentukan sikap.
2. Jabariyah menyatakan bahwa surga dan neraka tidak kekal, setiap manusia pasti merasakan surga dan neraka, setelah itu keduanya akan lenyap. Qadariyah menyatakan bahwa manusia yang berbuat baik akan mendapat surga, sementara yang berbuat jahat akan mendapat ganjaran di neraka, kedua keputusan itu merupakan konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan manusia berdasarkan kehendak dan pilihannya sendiri.
3. Takdir dalam pandangan kaum jabariyah memiliki makna bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dan digariskan Allah SWT, sehingga tidak ada pilihan bagi manusia. Sementara takdir menurut kaum qadariyah merupakan ketentuan Allah terhadap alam semesta sejak zaman azali, manusia menyesuaikan terhadap alam semesta melalui upaya dan pemikirannya yang tercermin dalam kreatifitasnya.
E. Pandangan Ahli Ilmu Kalam Terhadap Aliran Jabariyah Dan Qadariyah
Para ahli ilmu kalam banyak memperdebatkan ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh ulama jabariyah maupun ulama qadariyah. Beberapa argument diberikan untuk menolak ajaran kedua faham ini.
Jika manusia tidak memiliki daya dan segala perbuatannya dipaksa oleh Allah, maka sejauh mana eksistensi manusia sebagai khalifah di muka bumi, bagaimana fungsi berita gembira dan ancaman yang Allah berikan, serta untuk apa Allah menyediakan ganjaran atas segala perilaku manusia selama hidup.
Keyakinan bahwa manusia dipaksa (majbur) dalam melakukan segala sesuatu akan membuat manusia menjadi malas berusaha karena menganggap semuanya merupakan takdir yang tak dapat diubah, juga dapat menyebabkan manusia tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap segala sesuatu.
Begitu pun sebaliknya, jika seluruh perbuatan manusia berada pada tangan manusia itu sendiri tanpa andil Sang Pencipta, maka seberapa kuat kemampuan manusia untuk mengelola alam ini sementara kemampuan kita sangat terbatas. Maka di mana letak batas kreatifitas kita. Dengan keyakinan ini, maka di mana letak keimanan kita terhadap qadha dan qadar Allah SWT.
Penolakan terhadap ajaran qadariyah ini disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya, pertama, bangsa Arab telah terbiasa dengan pemikiran pasrah terhadap alam yang keras dan ganas. Kedua, pemerintah yang menganut jabariyah menganggap gerakan faham qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, bhakan dapat menggulingkan kedudukan mereka di dalam pemerintahan.
Dengan semakin berkembang teology, pemikiran ahli ilmu kalam pun semakin berkembang dan tentu semakin kritis. Hal ini banyak membantu masyarakat awam untuk memilih ajaran murni yang datang dari Allah SWT dan utusan-Nya. Masyarakat dapat memperkokoh keimanannya melalui ajaran yang disebarkan oleh para ulama ilmu kalam modern saat ini. Maka tidak heran bila saat ini banyak terbuka ketimpangan dan kerancuan dalam berbagai aliran karena kekritisan ulama ilmu kalam modern saat ini


manajemen

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kemampuan manajer untuk memotivasi, mempengaruhi,mengarahkan, dan berkomunikasi dengan para bawahannya akan menentukan efektivitas manajer. Bab ini berkenaan dengan cara bagaimana manajer dapat memotivasi para bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat. Bagian pengarahan dan pengembangan organisasi dimulai dengan bab motivasi, karena para manajer tidak dapat mengarahkan kecuali bawahan dimotivasi untuk bersedia mengikutinya.


2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Motivasi?
b. Teori Apa saja yang digunakan ?
c. Apa saja model-model Motivasi ?

3. Tujuan

a. Menjelaskan tentang apa itu motivasi
b. Memaparkan teori apa saja yang digunakan dalam motivasi












BAB II

PEMBAHASAN

A. Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata latin Molvere yang dalam bahasa Inggris disebut to move artinya penggerak. Lebih lengkap artinya adalah proses kejiwaan yang merupakan tujuan dan arah dari setiap perilaku. Ismail (1985: 155) mengartikan motivasi adalah :
“ obyek tindakan seseorang , atau hal yang menggerakkan seseorang untuk bertindak, atau niat, atau suatu yang memberikan tenaga, mengarah dan mempertahankan gelagat (perilaku) manusia “
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subyek yang penting bagi manajer, karena menurut definisi manajer harus bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Motivasi adalah juga subyek membingungkan karena motif tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, tetapi harus disimpulkan dari perilaku orang yang tampak.

Menurut Robins, S. (2001), motivasi adalah proses yang memperhitungkan intensity (intensitas), directions (arahan), dan persistence (kegigihan) dalam upaya meraih tujuan. Pengertian tersebut mengandung 3 elemen utama, yaitu :

 Intensity, yaitu seberapa keras orang berusaha.

 Directions, yaitu terkait dengan penyaluran upaya.


 Persistence, yaitu seberapa lama seseorang akan bertahan dalam upaya yang dilakukannya.

B. Beberapa Model Motivasi
Perkembangan teori manajemen juga mencakup model-model atau teori-teori motivasi yang berbeda-beda. Berikut ini akan dibahas tiga di antara model-model motivasi dengan urutan dasar kemunculannya, yaitu model tradisional, model hubungan manusiawi, dan model sumber daya manusia. Pandangan manajer yang berbeda tentang masing-masing model adalah penentu penting keberhasilan mereka dalam mengelola karyawan. Berikut beberapa model tersebut :

a. Model Tradisional
Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaan-pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem pengupahan insentif untuk memotivasi para pekerja. Lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan. Pandangan tradisional menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malas, dan hanya dapat dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang.

b. Model Hubungan Manusia
Banyak praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak memadai. Elton mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa kontak-kontak sosial karyawan pada pekerjaannya adalah juga penting dan bahwa kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah faktor-faktor pengurang motivasi. Mayo dan lainnya juga percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.








c. Model Sumber Daya Manusia
Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan,tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan bahwa mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawan lebih menyukai pemenuhan kebutuhan dari suatu prestasi kerja yang baik
.
C. Teori Awal Motivasi

Pada tahun 1950-an, teori motivasi mulai dikembangkan, antara lain :

1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Menurut maslow, terdapat 5 hierarki kebutuhan manusia, yaitu :
 Physilogical (fisiologi), sering kali disebut sebagai basic needs atau kebutuhan dasar. Hal ini dikarenakan kebutuhan fisiologi berada-ada tataran paling rendah dalam teori hierarki kebutuhan Maslow. Kebutuhan fisiologi meliputi : sandang, pangan, papan, dan biologis lainnya.
 Safety (rasa aman), yang dimaksud dengan kebutuhan rasa aman antara lain meliputi keamanan dan proteksi dari gangguan, baik gangguan yayng bersifat fisik maupun emosional.
 Social (sosial), meliputi cinta, kasih, rasa memiliki, penerimaan sosial dan perkawanan.
 Esteem (penghargaan), kebutuhan akan penghargaan terdiri atas dua jenis, yaitu internal esteem dan eksternal esteem. Faktor penghargaan internal antara lain adalah : menghargai diri sendiri, kewenangan mengatur diri sendiri, dan prestasi. Sedangkan eksternal esteem meliputi kebutuhan penghargaan yang diberikan pihak eksternal pada seseorang antara lain : berupa status, pengakuan, dan perhatian.

 Self-actualizations, kebutuhan aktualisasi diri merupakan dorongan pada diri seseorang untuk menjadi orang yang memiliki kemampuan handal, yaitu antara lain, terkait dengan kebutuhan untuk berkembang, pencapaian potensi diri maupun pemenuhan kebutuhan diri sendiri.

2. Teori X & Y
Teori yang dikembangkan oleh Douglas McGregor. Dalam teori X manusia dilihat dari sudut pandang negatif. Sedangkan dalam teori Y manusia dilihat dari sudut pandang positif. Menurutnya, para manajer memiliki asumsi, yaitu cenderung berpikir positif dan negatif terhadap karyawannya.

3. Teori Dua Faktor
Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Dalam teori dua faktor, terdapat dua kelompok faktor yang memengaruhi seseorang yaitu :
 Intrinsick factors, yaitu faktor yang memengaruhi kepuasan kerja, antara lain jenis pekerjaan, tanggung jawab dan prestasi.
 Ekstrinsick factors, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja, antara lain supervisi, gaji, kebijaksanaan perusahaan, dan kondisi pekerjaan.

D. Teori Motivasi Kontemporer
Teori motivasi kontemporer berupaya menjelaskan seni dari memotivasi karyawan. Terdapat beberapa teori motivasi kontemporer, Antara lain :

1. Teori Kebutuhan McClelland
David juga mengembangkan teori kebutuhan. Menurut david terdapat 3 jenis kebutuhan, yaitu :
 Need for Achievment atau N-Ach (kebutuhan prestasi), yaitu kebutuhan untuk meraih kesuksesan.
 Need for Power atau N-Pow (kebutuhan memiliki kekuasaan), yaitu kebutuhan untuk memiliki dampak, memiliki pengaruh dan mengkontrol orang lain.
 Need for Affiliation atau N-Aff (kebutuhan berafilisasi), yaitu kebutuhan untuk disukai dan diterima oleh orang lain.
2. Teori Goal Setting
Teori penetapan tujuan merupakan teori motivasi yang berpandangan bahwa apabila seseorang diberi tantangan atau target yang spesifik, menantang, dan diberi imbal jasa yang sesuai dengan harapan, maka orang tersebut akan menunjukkan kinerja yang tinggi.
Dalam penetapan tujuan ada pihak manajemen yang melibatkan karyawan, namun juga ada yang melakukannya secara top-down atau instruksi. Menurut Robbins, S (2001), terdapat lima faktor yang mempengaruhi kegiatan antara tujuan dan kinerja:
 Komitmen terhadap tujuan yang ditetapkan.
 Tingkat kepercayaan diri karyawan terhadap kemampuan dirinya dalam menjalankan tugas.
 Karakteristik tugas, hasil penelitian menunjukkan bahwa goal setting tidaklah berhasil pada semua jenis pekerjaan. Goal setting akan lebih optimal diterapkan pada jenis pekerjaan yang sederhana.
 Budaya bangsa, hasil penelitian menunjukkan bahwa goal setting lebih optimal diterapkan di AS dan Kanada dibanding Portugal dan Chile. Hal ini disebabkan masyarakat AS dan Kanada lebih bersifat independen dan menyukai tantangan.
 Umpan balik, tanpa adanya umpan balik, kinerja cenderung kurang optimal karena tidak ada kontrol.

3. Teori Reinforcement
Menurut teori ini motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti prestasinya. Seandainya ia bekerja baik seandainya dia bekerja baik tetapi ternyata tidak dihargai, maka ia tidak akan bekerja baik. Sebaliknya jika ia yakin bahwa hasil kerjanya yang baik akan menimbulkan akibat positif, yaitu berupa penghargaan maka ia akan bekerja baik.




Jenis Reinforcement ada 4 :
a. Positive reinforcement, berikan penghargaan, seseorang akan bekerja lebih giat.
b. Avoidance, hindari situasi yang tidak menyenangkan, supaya lebih berprestasi.
c. Ectinction, memperlonggar peraturan / disiplin bagi orang yang berprestasi , berikan kebebasan berkreasi untuk mencapai tujuan.
d. Punishment, memberikan hukuman bagi yang tidak berprestasi seperti peringatan, disiplin, dan lain-lain.

4. Teori Equity
Dalam teori keadilan (equity), individu akan membandingkan antara upaya yang dikerjakan dengan hasil yang diterima, selanjutnya individu akan melakukan respons. Seorang pegawai akan menilai kemampuan yang dimilikinya yang diserahkan kepada perusahaan misalnya, tingkat pendidikan, pengalaman, keahlian, dan lain sebagainya dan dia akan membandingkan dengan apa yang diterimanya dari perusahaan serta apa yang diterima oleh orang lain dengan keahlian lainnya. Disini dia akan merasa adil atau tidak adil.
Jika seorang merasa diperlakukan adil maka ia akan bermotivasi, dan sebaliknya jika ia diperlakukan tidak adil maka ia akan melakukan :
 Minta dibayar lebih tinggi
 Mengurangi upaya / prestasi
 Minta rekan lain dikurangi penerimaannya
 Minta rekan lain agar kerja lebih keras lagi
 Ia berhenti
 Ia pasrah




5. Teori Ekspektasi
Teori harapan, dikembangkan oleh Vroom. Menurut Vroom, kecenderungan tindakan dipengaruhi oleh kecenderungan kuat-lemahnya harapan. Selanjutnya tindakan akan diikuti oleh pencapaian hasil. Karyawan akan termotivasi kalau mereka percaya bahwa upaya yang mereka lakukan akan menghasilkan penilaian kinerja. Selanjutnya penilaian kinerja yang baik akan membawa mereka mendapatkan penghargaan seperti bonus, peningkatan gaji, dan promosi sesuai harapan karyawan. Dalam teori karyawan ada tiga hubungan :
 Hubungan upaya - kinerja
 Hubungan kinerja - penghargaan
 Hubungan penghargaan – tujuan personal
















BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dari pemaparan materi di atas bisa kita ketahui bahwa menjadi seorang manajer tidak hanya bertugas memerintah bawahan, tetapi ia juga harus memberikan motivasi kepada bawahannya. Karena manajer bisa dikatakan sebagai penggerak suatu organisasi. Tanpa adanya manajemen yang baik dari seorang manajer, maka hasil dari sebuah organisasi bisa dibilang tidak maksimal, tidak efektif dan tidak efisien. Sebagai seorang manajer tentunya harus benar-benar memahami dan memenuhi apa yang dibutuhkan oleh karyawan. Manajer tidak boleh menutup mata dan telinga terhadap karyawan (bawahannya), dan juga tidak boleh semena-mena terhadap karyawannya. Karena karyawan adalah aset yang sangat berharga bagi suatu perusahaan ataupun organisasi. Tanpa adanya karyawan maka suatu perusahaan tidak akan menghasilkan apa-apa sebagai outputnya, sebaliknya karyawan tanpa adanya manajer tidak akan bisa mendapatkan hasil yang maksimal untuk mencapai tujuan karena tidak adanya penataan yang baik. Jadi antara manajer dan karyawan itiu saling membutuhkan satu sama lain dan tidak bisa berdiri sendiri.
















DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Sofyan Syahri, Manajemen Kontemporer, Raja Grafindo Persada : Jakarta, 1996.
Handoko, T. Hani, Manajemen, BPFE Yogyakarta : Yogyakarta, 2008.
Wijayanto, Dian, Pengantar Manajer, Gramedia Pustaka Utama : Jakarta, 2012