Jumat, 04 Januari 2013

ekonomi syariah

LANDASAN FILOSOFIS EKONOMI ISLAM

A.PENGERTIAN EKONOMI ISLAM
Menurut Kahf ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi Islam tidak dapat berdiri sendiri tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistik, logika, ushul fiqh. Sedangkan menurut S.M. Hasanuzzaman Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan syari’ah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat.
Ilmu Ekonomi Islam memiliki akar teologi, tetapi ia bukanlah kajian yang mendalam tentang teologi dan memang bukan bagian dari teologi. Ilmu ekonomi Islam memiliki hubungan yang erat dengan fiqh dan perundang-undangan Islam (syari’ah dan tasyri’) terutama subyek yang berkaitan dengan hubungan antara manusia (muamalah). Akan tetapi, ia bukanlah ilmu fiqh. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi dan keprihatinan utamanya adalah problema-problema ekonomi dan institusinya. Dalam perspektif ini ia seharusnya dipandang sebagai suatu disiplin akademik. Secara umum ekonomi Islam didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya memandang, meneliti, dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara Islami berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
B. PANDANGAN ISLAM TENTANG KEHIDUPAN DUNIA
Tujuan dari sebuah sistem ekonomi pada prinsipnya ditentukan oleh pandangan masyarakat pendukungnya tentang dunia. Jika manusian berpandangan bahwa alam semesta ini terjadi dengan sendirinya maka mereka tidak akan bertanggung jawab atasnya kepada siapapun, dan mereka akan bebas hidup sesukanya. Tujuan hidup mereka hanya untuk mencapai kepuasan maksimum, dengan mengabaikan bagaimana hal itu berpengaruh pada orang lain atau alam sekitar.
Pandangan hidup islam didasarkan pada tiga prinsip fundamental:yakni tauhid,khilafah, dan keadilan.
1. Tauhid
Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Dengan demikian Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental dari ekonomi Islam.
Hakikat tauhid juga dapat berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik menyangkut ibadah maupun muamalah. Sehingga semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam kerangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.
Dalam konteks ini Ismail Al- Faruqi mengatakan:
Tauhid sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “Negara Sejahtera” pertama, dan Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan melakukan lebih banyak keadilan sosial. Islam juga yang pertama merehabilitasi (martabat) manusia. Pengertian (konsep) yang ideal ini tidak ditemukan dalam masyarakat Barat masa kini.
Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme dan sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat sekularisme dan materialisme. Dalam konteks ekonomi, tauhid berimplikasi adanya kemestian setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak dan bersumber dari ajaran Allah, dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan Allah dan akhirnya ditujukan untuk ketaqwaan kepada Allah.
Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk mengelola sumberdaya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara adil.
Dalam mengelola sumberdaya itu manusia harus mengikuti aturan Allah dalam bentuk syariah. Firman Allah, “Kemudian kami jadikan bagi kamu syariah dalam berbagai urusan, maka ikutilah syariah itu. Jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tak mengetahui” (QS:1Al-Jatsiyah 8).


2. Adil
Prinsip adil merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam. Penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al-Qur’an sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah (QS.57:25). Penegakan keadilan ini termasuk keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan. Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya adanya keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial.
Komitmen Al quran tentang penegakan keadilan terlihat dari penyebutan kata keadilan di dalamnya yang mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti : kata urutan ketiga yang banyak disebut Al quran setelah kata Allah dan ‘Ilm. Bahkan, menurut Ali Syariati dua pertiga ayat-ayat Al quran berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci kezhaliman, dengan ungkapan kata zhulm, itsm, dhalal, dll.
Tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan / kesejahteraan, dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam. Demikian kuatnya penekanan Islam pada penegakan keadilan sosio ekonomi. Maka, sesuatu yang keliru, klaim kapitalis maupun sosialis yang menyatakan bahwa hanya mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Harus kita bedakan bahwa konsep kapitalis tentang keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan, tidak didasarkan pada komitmen spiritual dan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia. Komitmen penegakkan keadilan sosio ekonomi lebih merupakan akibat adanya tekanan dari kelompok.
Secara konkrit, misalnya sistem kapitalisme yang berkaitan dengan uang dan perbankan, tidak dimaksudkan untuk mencapai tujuan–tujuan keadilan sosio ekonomi yang berdasarkan nilai spritual dan persaudaraan universal. Sehingga, tidak aneh, apabila uang masyarakat yang ditarik oleh bank konvensional (kapitalis) dominan hanya digunakan oleh para pengusaha besar (konglomerat).
Kemanfaatan dari lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil yang menjadi mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini terlihat sangat jelas terjadi di Indonesia. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan miskin makin miskin. Ketidakadilan pun semakin lebar. Sebagaimana disebut di atas, konversi ekonomi Barat (terutama kapitalisme) kepada penegakan keadilan sosio ekonomi, merupakan tekanan-tekanan kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan politik. Maka, untuk mewujudkan keadilan sosio-ekonomi itu mereka mengambil beberapa langkah, terutama melalui pajak dan transfer payment. Meskipun ada usaha melalui instrumen pajak, namun langkah-langkah ini menurut Milton Friedman, terbukti tidak cukup efektif untuk mengatasi ketidakadilan, karena nyatanya pajak selalu menguntungkan pengusaha, dan para penjabat pajak bersama kelompok-kelompoknya.
Konsep sosio ekonomi dalam Islam berbeda secara mendasar dengan konsep keadilan dalam kapitalisme dan sosialisme. Keadilan sosio ekonomi dalam Islam, selain didasarkan pada komitmen spritual, juga didasarkan atas konsep persaudaraan universal sesama manusia.
Al quran secara eksplisit menekankan pentingnya keadilan dan persaudaraan tersebut. Menurut M. Umer Chapra, sebuah masyarakat Islam yang ideal mesti mengaktualisasikan keduanya secara bersamaan, karena keduanya merupakan dua sisi yang tak bisa dipisahkan. Dengan demikian, kedua tujuan ini terintegrasi sangat kuat ke dalam ajaran Islam sehingga realisasinya menjadi komitmen spritual (ibadah) bagi masyarakat Islam. Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan dan keadilan, menuntut agar semua sumber daya yang menjadi amanat suci Tuhan, digunakan untuk mewujudkan maqashid syari’ah, yakni pemenuhan kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan dasar (primer), seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Persaudaraan dan keadilan juga menuntut agar sumberdaya didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat melalui kebijakan yang adil dan instrumen zakat, infaq, sedekah, pajak, kharaj, jizyah, cukai ekspor-impor dan sebagainya.
4. Khilafah
Dalam doktrin Islam, manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah (wakil Allah) di muka bumi (QS.2;30, 6:165), 35:39). Manusia telah diberkahi dengan semua kelengkapan akal, spiritual, dan material yang memungkinkannya untuk mengemban misinya dengan efektif. Fungsi kekhalifahan manusia adalah uttuk mengelola alam dan memakmurkan bumi sesuai dengan ketentuan dan syariah Allah. Dalam mengemban tugasnya sebagai khalifah ia diberi kebebasan dan juga dapat berfikir serta menalar untuk memilih antara yang benar dan yang salah, fair dan tidak fair dan mengubah kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik.
Berbeda dengan paradigma kapitalisme, konsep khilafah mengangkat manusia ke status terhormat di dalam alam semesta (QS.17:70). Serta memberikan arti dan misi bagi kehidupan, baik laki-laki maupun wanita. Arti ini diberikan oleh keyakinan bahwa mereka tidak diciptakan dengan sia-sia (QS.3:192, 23:115)., tetapi untuk mengemban sebuah misi. Khalifah berbuat sesuai ajaran Tuhan dan berfungsi sebagai wakil wakil Tuhan di muka bumi.
Manusia bebas memilih berbagai alternatif penggunaan sumber-sumber ini. Namun, karena ia bukan satu-satunya khalifah, tetapi masih banyak milyaran lagi khlaifah dan saudara-saudranya, maka mereka harus memanfaatkan sumber-sumber daya itu secara adil dan efisien sehingga terwujud kesejahteraan (falah) yang menjadi tujuan kegiatan ekonomi Islam. Tujuan ini hanya tercapai jika sumber-sumber daya itu digunakan dengan rasa tanggung jawab dan dalam batas-batas yang digariskan syariah dalam simpul maqashid.
Konsep khilafah juga meniscayakan peranan negara dalam perekonomian. Peran penting tersebut antara lain memberikan jaminan sosial kepada masyarakat, jaminan pelaksanaan ekonomi Islam, serta kontrol pasar dan memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dalam kegiatan bisnis melalui lembaga hisbah. Peran negara dalam perekonomian tidak berarti bahwa Islam menolak mekanisme pasar sepenuhnya.
Islam tidak akan intervensi pasar untuk regulasi harga, kecuali jika terjadi distorsi pasar. Intervensi negara pada harga didasarkan kan pada prinsip maslahah, yaitu untuk tujuan-tujuan kebaikan dan keadilan secara menyeluruh. Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa negara memegang peranan penting untuk tegaknya keadilan dalam ekonomi.
C. PENCERAHAN DAN PANDANGAN TRENSENDENTAL
Kehidupan dunia yang berpusat pada gereja akibat gempuran faham pencerahan mulai luntur. Tidak seperti masa-masa sebelumnya,gereja tidak lagi menjadi pusat kehidupan masyarakat,sumber hukum, aturan yang mengingat masyarakat, mengatur masyarakat, mengatur masyarakat dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari, baik di bidang sosial, politik dan ekonomi.
Akibat gempuran yang hebat terhadap sendi-sendi ajaran kristiani, dan makin berpengaruhnya paham pencerahan mendorong rekonstruksi baru di kalangan gereja, yakni pandangan hidup yang memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pandangan seperti inilah yang kemudian terlembagakan. Suatu pandangan yang sama sekali bertolak belakang dengan pandangan islam tentang kehidupan dunia. Pandangan newtonian melihat kehidupan dunia atau alam semesta ini berjalan secara otomatis.
Pada tataran yang lebih lanjut,konsep mekanik tentang alam semesta ini pada akhirnya membentuk pula penjelasan secara mekanik tentang roh. Manusia, sebagaimana halnya jagat raya fisik di sekitarnya, mulai dilihat sebagai produk kebetulan dari sebuah alam buta dan tak bertujuan, yang terjadi melalui variasi kebetulan dalam suatu evolusi yang direkayasa dan dipompa oleh dirinya sendiri. Dia wujud karena belas kasiahan kekuatan-kekuatan brutal yang secara tidak diketahui telah melemparkannya ke dalam kehidupan. Tuhan dalam kerangka pikir seperti ini tidak ada.
D. DIMENSI TRANSENDENTAL EKONOMI ISLAM
Pandangan filosofis yang meletakkan akhirat sebagai tujuan akhirat sebagai tujuan akhir dari kehidupan menciptakan kerangka pikir khusus tentang harta kekayaan, dam sistem ekonomi secara keseluruhannya. Ekonomi dalam pandangan seperti ini jelas bukannya tujuan akhir dari kehidupan. Ekonomi tidak lebih hanyalah suatu pelengkap kehidupan, sarana untuk mencapai tujuan akhir dari kehidupan, sebagai penunjang dan pelayanan bagi aqidah dan misi yang diemban manusia.
Ekonomi islam adalah ekonomi yang berlandaskan akidah ketuhanan yang Esa(tauhid). Akidah yang di turunkan allah SWT dengan sengaja kepada rasul-Nya untuk umat manusia. Ia bertitik tolak dari tuhan dan memiliki tujuan akhir kepada Tuhan. Tujuan ekonomi membantu manusia untuk menyembah Tuhan-Nya untuk yang telah memberinya rizki, dan untuk menyelamatkan manusia dari kemiskinan yang bisa mengafirkan dan kelaparan yang bisa mendatangkan dosa. Oleh karena itu, rumusan sistem ekonomi islam berbeda dari sistem-sistem yang lain. Sebagai sistem ekonomi, ia memiliki akar dalam syari’ah yang menjadi sumber pandangan dunia, sekaligus tujuan dan strateginya.
E. NILAI TRANSENDENTAL SEBAGAI SISTEM FILTER
Sesungguhnya islam menyuruh umatnya untuk memakmurkan bumi, sehingga tercapai kesejahteraan manusia lahir dan batin, dunia dan akhirat. Upaya memakmurkan ini dilakukan dengan memanfaatkan semua potensi yang tersedia untuk di olah secara efisien bagi kemaslahatan manusia. Seberapa jauh umat manusia mampu mewujudkan perintah tersebut di tentukan oleh seberapa jauh mereka mampu bertindak dan berbuat sesuai dengan kekhalifahan manusia. Dengan demikian nilai-nilai transendental dalam sistem ekonomi islam merupakan filter tindakan ekonomis umat pemeluknya.
Al-Qur’an di berbagai ayatnya menegaskan bahwa kekayaan dan kemakmuran merupakan karunia allah SWT bagi hamba Nya yang beriman dan bertaqwasebagai balasan atas amal-amalnya. Sebaliknya, kehidupan yang sempit, kemiskinan dan kelaparan merupakan hukuman allah SWT bagi mereka yang berpaling dari hukum-hukumnya. Bisa juga kekayaan, kemiskinan,kelapangan atau kesempitan merupakan ujian bagi hamba-hamba Nya yang taat, sebagai cobaan, teguran,atau ujian kepada hamba-hamba Nya untuk kembali ke jalan yang di ridhoi, atau untuk mengangkat mereka ke tingkat ketaqwaan yang lebih tinggi.













Dalam agama kita (islam) sangat berbeda dalam memberi arti dari sebuah kehidupan di dunia ini, bahwa kita hidup di dunia ini tidak untuk urusan dunia saja, tapi juga urusan akhirat kelak. Sangat berbeda dengan agama lain (kaum kapitalis) yang hanya memandang sebuah kehidupan, bahwa tujuan hidup hanya untuk bersenang-senang, hanya memikirkan kehidupan dunia saja dan setelah mereka mati disitulah akhir dari hidup mereka dan tidak ada kehidupan lagi setelahnya. Selain itu, islam juga sangat berbeda dalam memberikan pandangan di segala bidang baik itu bidang ekonomi, sosial, dan politik. Sebagai contoh dalam bidang ekonomi, ekonomi dalam islam sangat berbeda dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi, yang selalu berlandaskan pada ajaran islam dan berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ekonomi islam tidak hanya mementingkan urusan dunia saja tapi juga urusan akhirat nanti, karena islam memandang bahwa masih ada kehidupan lagi setelah kematian dimana semua urusan di dunia dipertanggung jawabkan. Tidak seperti, ekonomi konvensional yang menganut paham sekularisme, yang hanya mementingkan kepentingan dunia saja. Sistem ekonomi islam dan konvensional relatif sama yang membedakannya adalah dalam pengambilan keputusan dan sumber hukumnya. Seperti dalam sumber-sumber yang kami ambil, bahwa ekonomi islam adalah ekonomi yang berlandaskan pada ajaran islam, tidak ada perbedaan antara satu sumber dengan sumber lainnya dalam mendefinisikan tentang ekonomi islam. Perbedaan dalam referensi kami adalah dari ruang lingkup pembahasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar