Sabtu, 26 Januari 2013

makalah etos kerja

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Hampir di setiap sudut kehidupan kita akan menyaksikan begitu banyak orang yang bekerja. Para salesman yang hilir mudik mendatangi toko dan rumah-rumah, para guru yang tekun berdiri di depan kelas, polisi yang mengatur lalu lintas di bawah terik matahari, serta segudang profesi lainnya. Mereka semua melakukan kegiatan, tetapi lihatlah bahwa dalam setiap aktivitasnya itu ada sesuatu yang dikejar, ada tujuan serta usaha yang sangat bersungguh-sungguh untuk mewujudkan aktivitasnya tersebut mempunyai arti.
Di sisi lain makna bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dalam kata lain dapat juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan etos kerja?
b. Mengapa Islam melarang meminta-minta?
c. Seperti apakah Orang yang kuat terhadap ujian?
3. Tujuan
a. Menjelaskan kepada mahasiswa tentang materi ini.
b. Menjelaskan ciri-ciri Etos kerja.



BAB II
PEMBAHASAN
ETOS KERJA
1. Pengertian Etos Kerja
Kata etos kerja, sering di dengar di tengah-tengah masyarakat umum, khususnya pada kalangan birokrat atau suatu organisasi pemerintahan maupun swasta. Etos kerja secara umum adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Sedangkan menurut definisi lain etos kerja seorang musim adalah cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai manifestasi dari amal saleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.
Etos kerja sebagai sistem tata nilai yang positif sangat mendukung upaya pelaksanaan tugas. Prinsip utama dalam etos kerja bagi seseorang setidaknya ada 2 hal, yaitu :
a. Bekerja Adalah Ibadah
Seluruh umat beragama, harus meyakini sepenuhnya bahwa bekerja itu adalah ibadah. Kerja keras merupakan suatu keharusan yang dilaksanakan secara ikhlas. Segala bentuk pekerjaan yang dilandasi motivasi ibadah akan memperoleh penghargaan dari seseorang, pemerintah dan Negara serta Agama, yang merupakan perbuatan terpuji dan mendapatkan ganjaran kebaikan dari Allah SWT.


b. Pangkat dan Jabatan Adalah Amanah
Jabatan dan pangkat apapun yang melekat pada diri seseorang merupakan amanah dari Allah SWT, yang diberikan lewat pemerintah dan Negara. Dengan keyakinan bahwa jabatan dan pangkat itu sebagai amanah, maka harus diemban dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan harus dipertanggung jawabkan kepada atasan, bangsa, negara dan kepada Allah SWT.
2. Ciri Etos Kerja
Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah dari Allah yang akan memuliakan dirinya sebagai bagian dari manusia pilihan, di antaranya :
a. Memiliki Jiwa Kepemimpinan
Memimpin berarti mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang lain, agar dapat berbuat sesuai dengan keinginannya. Sedangkan kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengambil posisi sekaligus memainkan peran, sehingga kehadiran dirinya memberikan pengaruh pada lingkungannya.
Seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai personalitas tinggi. Dia larut dalam keyakinannya tetapi tidak segan untuk menerima kritikan, bahkan mengikuti apa yang terbaik. Dia bukan tipikal pengekor, terima jadi. Karena sebagai seorang pemimpin dia sudah dilatih untuk berpikir kritis analitis karena dia sadar bahwa seluruh hidupnya akan dimintakan di hadapan Allah.
b. Selalu Berhitung
Sebagaimana Rasulullah bersabda dengan ungkapannya yang paling indah : “ bekerjalah untuk duniamu,seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok “.
Umar bin Khattab pernah berkata : “ maka hendaklah kamu menghitung dirimu sendiri, sebelum datang hari dimana engkau yang akan diperhitungkan “ dan hal ini sejalan dengan firman Allah yang bersabda : “ hendaklah kamu menghitung diri hari ini untuk mempersiapkan hari Esok...
Setiap langkah dalam kehidupannya selalu memperhitungkan segala aspek dan resikonya dan tentu saja sebuah perhitungan yang rasional, tidak percaya dengan takhayul apalagi segala macam mistik dan atribut kemusyrikan.
c. Menghargai Waktu
Waktu adalah rahmat yang tiada terhitung nilainya, pengertian terhadap makna waktu merupakan rasa tanggung jawab yang sangat besar. Sehingga sebagai konsekuensi logisnya waktu dijadikan sebagai wadah produktivitas. Ada semacam bisikan dalam jiwanya jangan lewatkan barang sedetik pun kehidupan ini tanpa memberi arti.
3. Larangan Meminta-minta

عَنْ حَكِيْمِ بْن حِزَامٍ رَضِىَ الله عَنْهُ عَن النَبى صلعم قالَ ي: اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ الللسُفلىَ وَابْدَأ بِمَنْ تعُوْلُ وَخيْزُ الصّدَقةِ عَنْ ظَهْرِ غِنَى وَمَنْ يَسْتعْفِفْ يَعِفّهُ الله وَ مَنْ يَسْتغْنِ يُغْنِهِ الله (مُتفقٌ عَليْهِ)
Artinya : “ Dari Hakim bin Hizam RA berkata : Nabi SAW bersabda : tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah, dan dahulukan keluargamu (orang-orang yang wajib kamu belanjai), dan sebaik-baik sedekah itu dari kekayaan (yang berlebihan), dan siapa yang menjaga kehormatan diri (tidak meminta-minta), maka Allah akan mencukupinya, demikian pula siapa yang terima merasa sudah cukup, maka Allah akan membantu memberinya kekayaan “ (HR. Bukhari, Muslim)
MUFRODAT

اليَدُ : tangan
العُلْيَا : di atas
السُفْلىَ : di bawah
يَسْتعْفِفُ : menjaga kehormatan diri
يَسْتغْنِ : merasa cukup


PENJELASAN
Hadits di atas menjelaskan tentang nikmat Allah SWT yang paling utama, yakni lapangan rizki dan banyak harta.sebagus-bagus harta ialah yang dipergunakan orang untuk menjaga dirinya dari sifat rendah, minta-minta dan untuk menjaga perasaan malunya. Maka barang siapa yang mengetahui hak bagi dirinya dan mencarikan sarana untuk kebahagiaannya, niscaya dia selalu berusaha mencari segala faktor yang meningkatkan kehormatannya, dan menjauhkan diri dari minta kepada manusia, bahkan selalu berusaha memberikan dan meninggalkan jasa kepada mereka dan tidak menginginkan jasa dari mereka walaupun dari seorang. Bagi orang yang merasa dirinya hina apabila dia minta-minta, maka ia bersikap santai, ia tidak ambil pusing mukanya tercoreng,hina, dan tidak merasa sakit hati kehormatannya dihina orang. Maka Rasulullah SAW mendorong kita untuk mencari rizki dengan jalan yang dibenarkan oleh syari’at dan agar kita mempunyai jasa atau keutamaan sedekah kepada fakir miskin serta tidak menjadi golongan orang-orang yang mengulurkan tangan, meminta-minta kepada orang lain.
Rasulullah bersabda :
عَنْ اَبى هُرَيْرَة رَضِىَ الله عَنْهُ قالَ : قالَ رَسُوْلُ الله صلعم : لَاَنْ يَحْتطِبَ اَحَدُكُمْ حُزْمَةعَلىَ ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْالَ اَحَدًا فُيْعطِيَهُ اَوْيَمْنَعَهُ (مُتفقٌ عَليْهِ)
Artinya : “ dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah bersabda :jika seorang itu pergi mencari kayu, lalu diangkat seikat kayu di atas punggungnya (yakni untuk dijual di pasar), maka itu lebih baik darinya dari pada minta kepada seorang baik diberi atau ditolak “. (HR. Bukhari, Muslim).
يَحْتطِبُ : mencari kayu
حُزْمَة : seikat kayu
ظَهْر : punggung

يَسْالُ : meminta

يُعْطِى : memberi

يَمْنَحُ : menolak


PENJELASAN
Hadis di atas menerangkan bahwa , meminta-minta kepada seseorang adalah perbuatan yang rendah, sebaliknya orang yang bisa memelihara dirinya dari meminta-minta, maka ia tergolong orang yang mulia, sebab orang yang beriman itu mulia tidak rendah. Jika orang yang meminta-minta itu mampu berusaha, maka dia termasuk kufur kepada Allah SWT, karena tidak mau mensyukuri anggota badan yang telah dianugerahkan kepadanya. Rasulullah telah menjelaskan, sesungguhnya berusaha itu lebih baik dari perbuatan minta-minta, meskipun usaha itu dengan bekerja yang paling rendah dan paling bawah. Di antara mereka ada yang memang tidak mampu bekerja sama sekali yang wajib kita beri pertolongan, dan juga ada yang sebenarnya mereka masih mampu bekerja namun mereka malas, tenaga dan waktunya hanya digunakan untuk meminta-minta. Hadis ini menyeru menjaga keluhuran serta kehormatan kita dan mencegah kita berbuat rendah dan hina.
4. Mukmin yang Kuat Dapat Ujian

عَنْ اَبى هُرَيْرَة رَضِىَ الله عَنْهُ قالَ : قالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم : المُؤْمِنُ القوِش ىُ خيْرٌوَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَعِيْفِ وَفِى كُلٍ خَيْرٌ اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتعِنْ باللهِ وَلاتعْجزْ وَاِنْ اَصَابَكَ ثَيْئٌ فلا تقلْ : لَوْ اَنّى فعَلْتُ كَذا وَكَذا وَلَكِنْ قُلْ : قدَ رَاللهُ وَمَا شَاءَالله فعَلَ فِا نّ لَوْ تفْتحُ عَمَلَ الشَيْطَاِن (مُتفقٌ عَليْهِ)
Artinya : “ dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : orang mukmin yang kuat adalah lebih bagus dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada semuanya ada kebaikan, tamaklah (mengharaplah) pada barang-barang yang akan mendatangkan manfaat untukmu, dan minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah engkau merasa lemah, dan apabila kena kepadamu (ditimpa) sesuatu, maka janganlah engkau berkata : kalau saya berbuat begini, tentu menjadi begini dan begini, tetapi katakanlah : telah ditakdirkan oleh Allah, dan apa yang dikehendaki oleh Allah pasti Allah lakukan (pasti terjadi), karena kata “ seandainya “ itu membuka perbuatan syetan ”.
PENJELASAN
Hadis di atas menjelaskan tentang perintah terhadap tiga perkara, yaitu : memperkuat iman, berusaha bersungguh-sungguh kepada yang bermanfaat, dan mohon pertolongan kepada Allah SWT. Dan juga menjelaskan tentang larangan terhadap dua perkara, yaitu : menjadi lemah dan mengatakan jika kamu ditimpa oleh sesuatu yang tidak disukai atau kehilangan sesuatu : “ kalau sekiranya saya melakukan demikian tentu tidak seperti yang telah terjadi. Karena ini akan membuka pintu bagi setan. Akan tetapi katakanlah : Allah telah memastikan dan apa-apa yang dia kehendaki maka Dia pun berbuat.
Iman kepada takdir justru akan menjadi cambuk sarana, sehingga jiwanya dipupuk dengan kesabaran menghadapi cobaan serta bersyukur atas segala nikmat yang diperolehnya lalu dihadapinya segala problema dengan tekad yang membaja, dibuang jauh khayalan-khayalan yang tidak ada gunanya lagi. Berandai-andai itu hanya akan mengganggu jiwanya dan membuka pintu bagi setan. Kita hendaknya yakin bahwa iman adalah sumber segala kebahagiaan di dunia dan akhirat jika disertai dengan amal kebajikan.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Etos kerja
Yang dimaksud etos kerja ialah semangat bekerja, kita sebagai umat muslim harus mempunyai etos kerja yang tinggi, tidak boleh bermalas-malasan apapun bentuk pekerjaannya. Karena bekerja termasuk ibadah yang bisa mendatangkan pahala. Selama pekerjaan itu halal, tidak melenceng dari ajaran Allah, dan ikhlas karena Alla
b. Larangan Meminta-minta
Meminta-minta adalah pekerjaan yang dibenci oleh Allah, Rasulullah,dan agama. Karena meminta-minta adalah suatu perbuatan yang bisa dikatakan menurunkan harga diri seseorang di hadapan Allah maupun di hadapan orang lain. Perbuatan ini sangat dilarang karena membuat seseorang menjadi bermalas-malasan padahal dia dikaruniai tubuh yang kuat agar dia mampu bekerja dan menghindari perbuatan meminta-minta. Sekecil apapun pendapatan kita dari hasil usaha sendiri itu lebih baik daripada kita harus meminta-minta.
c. Muslim yang Kuat Mendapat Ujian
Seorang muslim yang kuat mendapat ujian adalah muslim yang tidak pernah menyerah atau tidak mematahkan semangatnya sekalipun dia ditimpa musibah, tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan penyesalan. Dan akan selalu berusaha untuk bangkit kembali.






DAFTAR PUSTAKA

Rokhim, Abdul, Hadits 1, center for society studies, 2008.
Tasmara, Drs. H. Toto, Etos Kerja Pribadi Muslim, Dana Bhakti Wakaf, Jakarta, 1995 .
Biro kepegawaian Sekretariat jenderal, Motivasi dan etos kerja, departemen agama republik Indonesia, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar